Lihat ke Halaman Asli

Teori Sensitivitas - Novel Komedi Sialan Salman!

Diperbarui: 24 Juni 2015   14:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Teori Sensitifitas

Entah karena aku orangnya sensitif atau memang wajar berlaku demikian, tapi ketika aku membayar—entah itu makanan, barang, atau benda apa pun dengan menggunakan uang tunai—aku merasakan sesuatu di dalam dada.

Seperti hari ini ketika aku, Putri, Danil, Kj, Oke, Ramdani, dan Difta melaksanakan kegiatan makan siang bersma di hari Sabtu di salah satu warung papan atas di Kota Bandung. Semua berlangsung dalam keadaan yang cukup normal. Putri memakan makanannya dengan menggunakan sendok dan aku memakan makanan Putri dengan menggunakan mulut.

Kami lalu mengobrol dan tertawa ketika sedang makan. Hal ini sudah tentu pada akhirnya menimbulkan makanan yang sedang kami kunyah terlontar kembali ke luar sehingga mengakibatkan perkelahian antara Kj dan Danil yang masih kelaparan dan berebutan makanan yang kami keluarkan.

“Eh, ini punyaku!”

“Bukan, ini punyaku!!”

“Punyaku!!!”

“Ya udah, kita bagi dua aja, gimana!?”

“Hmm … gimana cara baginya, udah nggak berbentuk gini makanannya!!!”

Setelah kegiatan makan siang selesai, meja kami sudah bersih tak bersisa. Piring, gelas, sendok, dan garpu sudah tidak ada pada tempatnya semula. Mungkin sudah habis dimakan Danil dan Kj, mungkin juga sudah dibersihkan sama si empunya warung tempat kami makan. Entah karena dia ingin warungnya rapi atau karena dia ingin mengusir kami secara halus.

Dua jam sudah kami habiskan untuk menjalani kegiatan makan siang kami kali ini. Hal ini tidak biasa karena rutinnya kami memerlukan waktu empat hingga lima jam. Kebetulan sekali karena sobat aku, Kj, hari ini ulang tahun maka kami berenam, teman-teman kelompok belajar Kj, mentraktir beliau. Kami semua patungan dan mengumpulkan uang, lalu aku sendiri yang melakukan serah terima uang tersebut kepada si empunya warung.

Kejadian yang membuat sesuatu terasa aneh dalam dadaku pun akhirnya terjadi.

Setelah serah terima uang terlaksana, aku melihat si empunya warung memeriksa keaslian uang dengan meraba-rabaku, maksud aku, uangku. Satu per satu dia periksa dan dia raba uang itu di hadapanku. Proses ini menyita waktu lama karena uang yang kami bayarkan bentuknya pecahan logam.

Pecahan ini terdiri atas beberapa lembar uang lima ribu, sepuluh ribu, dan dua puluh ribu. Dadaku masih merasakan sesuatu ketika si empu warung selesai memeriksa keaslian uang kami dan menyuruhku menunggu sebentar untuk diambilkan kembalian. Saat itulah aku berpikir, inilah kesempatanku untuk melakukan pembalasan.

Uang kembalian yang dia berikan kepadaku pun aku periksa satu per satu keasliannya di hadapan mukanya. Satu per satu aku periksa dan aku raba uang recehan itu, lalu aku berkata, “Ini uang palsu, inih!!! Nggak ada tali pengamannya! Dan nggak bisa diterawang pula!!! Gimana sih, nih! Aku minta ganti!!”

“Di mana-mana juga gitu, kali, Aa!”

“Di mana-mana!? Kalau boleh tahu, di mana Teh!? Lagi pula itu bukan alasan! Pokoknya aku mau ganti atau aku lapor pada orang yang lagi makan di depan itu!”

Saat itu aku beranggapan bahwa orang yang sedang duduk di depan dan sedang makan siang itu adalah polisi, tapi ternyata setelah kuperhatikan secara lebih saksama ternyata bukan. Dia ternyata hanya pria berkumis tebal biasa.

Setelah aku puas menghardik itu si empu warung, perempuan itu lantas menukarkan uang kembalian yang berbentuk recehan itu dengan uang normal berbentuk kertas. Setelah kulihat, kuraba, dan kuterawang, aku akhirnya yakin uang itu asli.

Aku mengucapkan terima kasih banyak kepadanya, lantas aku panggil Putri, Danil, Kj, Oke, Ramdani, dan Difta. Aku minta tolong kepada mereka untuk memeriksa uang kertas itu asli atau tidak. Setelah dengan teliti memeriksa, mereka semua berpendapat bahwa uang itu asli.

Mereka semua setuju, kecuali Kj yang abstain karena tangannya sedang kesemutan. Beberapa jam telah berlalu hingga hari ternyata sudah hampir malam. Kami bertujuh pun lalu kembali kelaparan. Kami semua lantas setuju untuk duduk dan kembali memesan makanan di warung tersebut sambil duduk lesehan.

Kisah di atas adalah salah satu penggalan kisah dari novel komedi Sialan Salman!

Novel Komedi Sialan Salman! adalah karya saya, Salman Aditya yang diterbitkan oleh penerbit Elex Media Komputindo pada April 2013.

Sebuah novel komedi berisi kisah-kisah anak SMA yang tak biasa dan bukan hanya dapat menggelitik kepala ketika membaca tapi juga dapat membuat pikiran terbuka lebar menganga.

Telah tersedia di toko buku offline dan online terdekat dan favorit anda di seluruh Indonesia.

Situs : www.sialansalman.com/books

Terimakasih telah membaca, sehat dan sukses selalu untuk kita semua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline