Lihat ke Halaman Asli

Gilang Bramanda

Share your Care

Manjanya Umat Muslim di Indonesia

Diperbarui: 12 Juni 2016   10:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kemarin sore saya liat berita di Kompas TV soal riazia warung makan. Berita itu berkaitan dg munculnya di sosmed video liputan Kompas TV soal razia yg dilakukan oleh Pemda Serang kepada warung-warung makan yg berjualan di siang hari bulan Ramadhan. Di video itu terdapat Satpol PP yg lagi merazia warung makan (warteg) milik bu Saeni (Eni). Bu Eni terlihat tak berdaya ketika Satpol PP merazia, menutup dan menyita makanan jualannya.

Dengan beredarnya video itu, membuat netizen beraksi. Muncul pro dan kontra. Bahkan ada seorang netizen yg menggalang dana utk membantu bu Eni. Kompas TV kemarin sore ini langsung melakukan live report wawancara langsung dg bu Eni di TKP mengenai razia itu.

Reporter menanyakan soal kronologis razia. Bu Eni yg memang sudah mengetahui perihal peraturan daerah yg melarang berjualan makanan di siang hari ini tetap berjualan makanan siang-siang, padahal bukan ga boleh berjualan sama sekali. Bu Eni mengisahkan bahwa berjualan siang-siang saat itu memang ga sengaja karena beliau berjualan sambil memasak dan menyiapkan makanan yg akan dijual, untuk makanan-makanan yg sudah mateng langsung dijualnya.

Beliau juga bercerita bahwa saat itu baru satu orang yg beli makanannya, kurang lebih untuk porsi makanan seharga Rp 6.000. Agar terlihat lebih ‘drama’, reporter menanyakan: “Pasti ibu rugi banyak yah kalo tidak berjualan siang hari?”, namun dengan polos bu Eni menjawab: “Ngga rugi juga, malah enak, hemat tenaga, ga capek soalnya buka sore.”

Dalam wawancara tsb, framming yg dibuat media memang digambarkan bu Eni berposisi sebagai korban dari ketidaktolerannya orang yg berpuasa dan Perda ngaco yg bisa menghilangkan rezeki pedagang kecil utk mencari nafkah, mengurangi pendapatan mereka dan lain-lain, padahal bu Eni sudah mengakui andai berjualan sore pun, beliau ga mengalami kerugian.

Jawaban polos dari seorang bu Eni itu sebenarnya bisa ditarik beberapa poin kesimpulan. Pertama, ga ada ruginya mulai berjualan di sore hari, karena bisa menghemat tenaga.

Kedua, soal untung rugi berjualan makanan siang hari di bulan Ramadhan, ga ada ruginya mulai berjualan makanannya di sore hari sesuai Perda. Seandainya berjualan siang pun, berapa banyak org yg membeli? Bahkan Bu Eni menjawab dg jujur bahwa pada saat kejadian, baru 1 orang yg membeli makanan dagangannya. Wajar, karena memang lebih banyak org yg berpuasa ketimbang yg ga berpuasa.

Ketiga, di dekat rumah saya ada rumah makan yg punya ‘budaya’ ketika masuk bulan puasa, maka jam bukanya berubah menjadi sore hari (17.00-23.00), dan hingga saat ini rumah makan tsb sudah belasan tahun masih survive, bahkan sang owner sudah berhaji dan membuka cabang di beberapa tempat, ga lantas bangkrut cuma karena berjualan sore hari khusus di bulan Ramadhan.

Dengan beredarnya video razia terhadap warung bu Eni itu, sempat muncul banyak opini-opini nyinyir bukan soal Satpol PP yg menyita dagangan bu Eni-nya, melainkan tuduhan-tuduhan bahwa umat muslim di Indonesia sangat manja, ga tahan godaan, ga toleran dan yg lebih aneh lagi ga bisa menghormati orang yg ga beribadah bersamanya.

Benarkah umat Islam di Indonesia dimanja?

Saat ummat Hindu merayakan hari raya Nyepi di Bali, disana seluruh warga tanpa kecuali diwajibkan untuk ga keluar rumah, bandara ditutup, ummat Islam di sana melakukan adzan ga pake speaker. Melawankah umat Islam disana? Jawabannya ngga. Umat Islam disana tetap menerima, patuh dan melaksanakan peraturan pemerintah daerah tsb.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline