Lihat ke Halaman Asli

Menyo’al Dana Saksi Dari APBN; Polemik Me(numbal)kan BAWASLU

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh : Salman Imbari

(Sekdjen Lembaga Studi Pembangunan Purwakarta/ LSPP)

Munculnya usulan alokasi APBN untuk dana saksi partai politik dalam pemilu mengungkapkan suatu persoalan yang jauh lebih mendasar, yang selama ini menghantui keberadaan parpol. Di antaranya, gagalnya kaderisasi parpol dan sistem pelaksanaan pemilu yang buruk.

Secara pribadi saya berpendapat bahwa partai politik hadir dengan tugas mendekatkan diri ke pemilih. Meminta dana saksi parpol pada APBN, memperlihatkan bahwa jika pembiayaan parpol jadi beban negara, akan menunjukkan bahwa parpol tidak mandiri.

Kehadiran saksi yang harus diongkosi duit negara juga menunjukkan gagalnya pendidikan politik dan kaderisasi parpol. Kalau kelembagaan partai jalan, saksi tidak perlu dicari dan dibiayai. Ini menunjukkan kelembagaan parpol tidak berjalan.

Di sisi lain, usulan ini memperlihatkan pelaksanaan pemilu tidak berjalan dengan baik, sehingga parpol merasa khawatir dicurangi dalam pemilu, dan merasa harus ada instrumen pengawasan melekat saat pemilu berlangsung. Ini menunjukkan ada kekhawatiran luar biasa dan ada persoalan serius dalam pemilu kita yang rentan dicurangi, seharusnya partai politik mengemban tugas besar untuk mencerahkan para pemilih lewat pendidikan politik, di mana identitas partai melekat pada anggotanya, dan para anggotanya berbangga sebagai bagian dari partai politik tertentu, Jika kaderisasi parpol berjalan dengan baik, parpol dapat mengutus kader-kadernya untuk menjadi saksi-saksi di TPS, dan negara tidak perlu direpotkan sampai harus membiayai saksi untuk kepentingan parpol.

Pemerintah harus tegas membenahi sistem pelaksanaan pemilu yang menjamin hak suara pemilih terjaga. Terutama soal sistem penghitungan suara yang bisa menjamin aspek transparansi dan mengurangi  praktek kecurangan pemilu di TPS, sehingga data-data di TPS bisa dijamin keasliannya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga harus mahir merancang sistem pelaksanaan pemilu baik dari aspek penggunaan teknologi informasi, atau justru memperkuat sistem dengan metode manual, intinya, KPU harus mengarah ke pembangunan dan perbaikan sistemnya.

Sebenarnya, dana saksi bagi parpol juga tidak lantas menjamin kecurangan tersapu bersih di tingkat TPS. Adanya saksi dari negara belum menjamin tiadanya kecurangan dalam perolehan pungut hitung.

“MENUMBALKAN” BAWASLU

Usulan dana saksi parpol juga menuai kontroversi karena Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) ditunjuk sebagai penanggungjawab dana. realita ini membuat bias fungsi pengawasan Bawaslu dan menambah kerja Bawaslu di luar tugas dan fungsi pokok yang diembannya.

Seharusnya, pemerintah dan DPR mendukung KPU dan Bawaslu lewat kebijakan dan anggaran yang memperkuat peran dan fungsi keduanya hingga mampu menjadi lembaga yang profesional, kredibel, dan mandiri dalam menghelat dan mengawal pelaksanaan pemilu.

Di samping itu, resiko kendala teknis pendistribusian dana saksi juga menanti Bawaslu. Bisa jadi ini jadi titik lemah kalau Bawaslu gagal mendistribusikan dana saksi. Ini akan jadi bumerang bagi Bawaslu untuk ditekan parpol.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline