Lihat ke Halaman Asli

Kini Bulan Tak Memerlukan Matahari untuk Bersinar Terang

Diperbarui: 9 Februari 2021   23:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber :  https://twitter.com/lightbodyblues/status/1069704109891166208

Mungkin kau sering mendengar kisah antara matahari dan bulan yang indah, saling melengkapi satu sama lain. Berganti siang-malam saling merindukan. Tetapi berbeda dengan kisah satu ini. Bagaimana jika matahari terlalu sombong dan meremehkan bulan? Hanya karena bulan lebih kecil darinya dan mendapatkan sinar darinya pula. Matahari sampai ingin menggantikan posisi bulan di waktu malam karena orang-orang lebih menyukainya. Tapi, bulan terlalu lelah untuk terus mengalah. Bulan mencoba mempertahankan haknya. Akankah bulan berjuang atau menyerah?

Shenzhen, Guangdong, Tiongkok

5 Januari 22.50

Meski sudah malam, kota ini tidak pernah padam. Gedung-gedung berlombaan menerkam langit, kerlap-kerlip lampu dari dalam pertokoan menguar keluar, orang-orang berlalu-lalang, begitu sibuk seakan tak ada hari esok.

Memasang earphone, memutar musik dan menyetel volume maksimal untuk mengusir kesepianku (tidak untuk ditiru, earphone dengan volume 100% terlalu sering akan merusak telingamu). Salahku sendiri sih, tidak mengabari Mama kapan penerbanganku lepas landas, pada akhirnya aku murung tidak ada yang menyambut kepulanganku.

Aku langsung masuk taksi yang ada didepanku, syukur tak perlu lama untuk menunggu. Pemandangan kaca mobil menarik perhatianku kali ini. Kota ini tak jauh berbeda dari dulu terakhir aku tinggalkan. Nampaknya semakin modern dan semakin padat saja. Tak heran dijuluki sebagai ibukota Teknologi-nya Cina. Bagaimana tidak, banyak perusahaan besar seperti Tencent, dan Huawei bermarkas disini. Kau tahu? Aku masih sangat terkejut ketika semua kendaraan di Shenzhen berbasis listrik. Maklum, aku jarang sekali pulang. Bahkan taksi yang sedang aku tumpangi ini pun menjadi salah satu moda transportasi publik bahan bakar listrik.

" Kita mau kemana ya, Tuan? " Oh astaga, ini akibatnya memasang volume keras-keras dan takjub melihat pemandangan luar, aku tidak fokus dan melupakan tujuanku.

" Ke Distrik Futian, nanti sesudah disana saya tunjukkan lebih jelasnya. Mohon maaf ya membuat bapak bingung, tadi saya tidak menjelaskan dari awal" gesturku membungkuk menunjukan permintaan maaf dan penyesalan apa yang telah aku buat.

"Tidak apa-apa, tenang saja Tuan J. Jangan terlalu banyak melamun, minum yang banyak ya agar tidak dehidrasi dan tidak cepat buyar" Bapak itu tertawa, heran sekali bisa tau nama ku. Padahal aku sedang memakai mode penyamaran, masker hitam, topi menutupi kepala dan jaket tebal menyelimuti badan.

Lalu tiba-tiba bapak itu membalik badan dan menyodorkan air minum kemasan.

" Pak, aku kira siapa, kaget sekali. Kenapa harus pura-pura tidak kenal seperti tadi sih?" Aku menerima air minumnya sambil berseru kepada Pak Hong, supir pribadi keluargaku. Kita memang dekat karena beliau sedari dulu sering mengantarkanku kemana-mana dikala mama sibuk.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline