Kasus kakek sarimin yang berumur 68 tahun di vonis hukuman penjara selama 2 bulan 4 hari karena memungut sisa getah pohon karet di perkebunan milik PT Bridgestone
Dalam hukum Indonesia di mana tinjauan yuridis lebih dikedepankan tanpa mempertimbangkan tinjauan sosiologis, seperti kasus seorang kakek berusia 68 tahun yang bernama Samirin di daerah provinsi Sumatera Utara divonis hukuman penjara selama 2 bulan 4 hari oleh Pengadilan Simalungun.
Kakek samirin dihukum karena terbukti melakukan tindakan yang salah dalam pandangan hukum karena kakek samirin memungut sisa getah pohon karet di perkebunan milik PT Bridgestone. Ia dinyatakan terbukti mengambil getah seberat 1,9 kilogram yang jika dirupiahkan nominalnya sekitar Rp 17.000.
Getah tersebut akan ia jual kepada para pengepul getah agar kakek samirin mendapatkan uang. Namun, belum juga menjual dan meninggalkan area kebun, seorang petugas langsung memergokinya dan membawanya ke pos satpam. Pihak perusahaan pun akhirnya melaporkan kepada pihak yang berwajib. Didepan hakim, kakek Samirin mengaku bahwa ia melakukan hal itu karena membutuhkan uang untuk membeli rokok.
Mazhab hukum positivisme
Mazhab hukum positivisme adalah aliran dalam filsafat hukum yang memandang hukum sebagai perintah yang berdaulat dan tidak berkaitan dengan moral, etika, dan keadilan.
Hubungan nya dengan Kasus Kakek Sarimin karena kasus tersebut merupakan perbuatan yang harus dihukum, terlepas dari besar kecilnya nilai pencurian, menurut mazhab positivis. Penegakan hukum terhadap Kakek Sarimin harus dilepaskan dari pertimbangan sosial dan moral, karena menurut mazhab ini, tujuan hukum adalah kepastian, tanpa kepastian hukum, tujuan hukum tidak akan tercapai, sekalipun harus mengorbankan rasa keadilan.
Hakim harus tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip keadilan. Dalam prosedur pembuktian, keyakinan hakim harus tetap diperhitungkan. Sebagai alat bukti dalam prinsip-prinsip hukum acara pidana, hakim dituntut untuk proaktif dalam mendapatkan bukti-bukti yang faktual.
Bagaimana argument anda tentang hukum positivisme dalam hukum di indonesia?
Menurut saya Apabila kita melihat dari yuridis saja maka apa yang dilakukan kakek sarimin merupakan suatu hal yang salah, karena dalam Pasal 362 KUHP dijelaskan bahwa barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum disebut pencurian.
Alih-alih mengutamakan penegakan hukum demi tercapainya kepastian hukum, di sisi lain menimbulkan sebuah pandangan yang aneh berkaitan sistem hukum yang ada di Indonesia. Begitu kakunya hukum di Indonesia sehingga hanya kepastian hukum saja yang diutamakan, padahal rasa keadilan juga sangat harus diperhatikan dan di kedepankan dalam menyelesaikan setiap perkara.
Hal inilah yang kemudian membentuk sebuah moralitas hukum yang sangat monoton dan kurang seolah tidak ada fleksibilitas yang dimilikinya. Apakah hal ini kita anggap sebagai suatu kemajuan dalam hukum Indonesia? Atau justru malah mencirikan sebuah kemunduran karena ternyata pada hakikatnya hukum kita tidaklah luwes dan bisa menanggulangi permasalahan-permasalahan yang lebih kompleks ke depan padahal masalah yang kompleks tersebut adalah sebuah masalah yang sangat sederhana seperti kasus kakek Sarimin.
Nama : Salma Fithran Sani
Nim : 222111152
Mata Kuliah : Sosiologi Hukum
Dosen Pengampu : Julijanto, S.Ag., M.Ag