Lihat ke Halaman Asli

Dampak Self Blaming terhadap Kesehatan Mental pada Anak

Diperbarui: 1 November 2023   14:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Disusun Oleh: Salma Ariza Putri || 2301342 || BK-1B

Mata Kuliah: Kesehatan Mental

Dosen: Prof. Dr. Syamsu Yusuf LN, M.Pd.

                 Nadia Aulia Nadhirah, M.Pd.


Kesehatan mental anak adalah harta yang tak ternilai harganya. Bagaimana anak-anak mengatasi tekanan, stres, dan tantangan dalam kehidupan mereka dapat membentuk fondasi kesehatan mental mereka di masa depan. Namun, sayangnya, dalam perjalanan perkembangan mereka, anak-anak sering menghadapi masalah yang belum sepenuhnya mereka pahami. Salah satu masalah yang mungkin tidak terlihat dengan mata telanjang adalah self-blaming, atau kebiasaan menyalahkan diri sendiri.

Self-blaming adalah ketika seorang anak merasa bersalah atas berbagai hal yang terjadi dalam hidup mereka, bahkan jika mereka bukan penyebabnya. Ini adalah perasaan yang kuat yang bisa muncul dalam berbagai situasi, seperti kesulitan dalam sekolah, konflik di rumah, pertengkaran dengan teman-teman, atau bahkan pengalaman trauma. Ketika dibiarkan tidak teratasi, self-blaming dapat berdampak serius pada kesehatan mental anak.

Dengan pemahaman yang lebih dalam tentang self-blaming, kita dapat menggali akar penyebabnya dan memberikan dukungan yang sesuai untuk anak-anak dalam mengatasi tekanan dan stres dalam hidup mereka. Kita akan membuktikan bahwa dengan perhatian dan perawatan yang tepat, kita dapat membantu anak-anak menjalani masa perkembangan mereka dengan lebih sehat, bahagia, dan siap menghadapi tantangan di dunia yang penuh dengan ketidakpastian.

A. Self Blaming dan Korelasi Terhadap Kesehatan Mental Anak 

Self-blaming, atau penyalahgunaan diri sendiri, adalah perilaku atau kecenderungan di mana seseorang cenderung menyalahkan diri sendiri atas masalah atau kegagalan yang terjadi, terlepas dari sejauh mana ia benar-benar bertanggung jawab. Ini melibatkan perasaan bersalah, rasa malu, atau perasaan tidak berharga yang mungkin muncul ketika seseorang merasa bahwa mereka adalah penyebab dari kesalahan atau masalah, bahkan jika faktor-faktor lain yang terlibat.

Self-blaming dapat muncul dalam berbagai situasi dan dapat bersifat internal atau eksternal. Beberapa contoh situasi di mana self-blaming sering muncul meliputi:

1. Kegagalan dalam prestasi sekolah atau pekerjaan

Seseorang mungkin merasa bersalah dan menyalahkan diri sendiri ketika mereka tidak mencapai target atau mencapai hasil yang kurang baik, meskipun faktor-faktor lain mungkin juga mempengaruhi hasil tersebut.

2. Konflik interpersonal

Dalam konflik dengan teman, keluarga, atau rekan kerja, seseorang mungkin merasa bersalah atas perdebatan atau masalah yang timbul, bahkan jika mereka tidak sepenuhnya bertanggung jawab atas situasi tersebut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline