Lihat ke Halaman Asli

Ladang Masa Depan untuk Generasi Mendatang

Diperbarui: 1 November 2024   15:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di tengah kabut pagi yang menyelimuti lahan pertanian di dataran tinggi, Damar, seorang petani muda dari Jawa Timur, berdiri memandangi hamparan padi yang menguning. Di belakangnya berdiri Pak Karto, sosok yang dikenal bijak di desa itu, dan sudah bertahun-tahun menjadi penasehat para petani setempat. Hari itu, keduanya tengah berbincang tentang masa depan pangan di Indonesia, topik yang semakin hari semakin hangat dibicarakan.

"Damar, tahu nggak?" ujar Pak Karto sambil menunjuk pada padi-padi yang bergoyang ditiup angin. "Ini bukan cuma soal tanah dan air, tapi soal bagaimana kita bisa menjaga ketahanan pangan di negeri ini. Ini tentang kita semua."

Damar mengangguk. Sebagai seorang pemuda yang baru saja kembali ke desanya setelah mengenyam pendidikan pertanian di kota, Damar merasa beban itu semakin nyata. Forum Bumi yang baru-baru ini diadakan oleh Yayasan KEHATI dan National Geographic Indonesia, menjadi topik yang membuatnya merenung lebih dalam tentang masa depan ketahanan pangan negeri ini. Forum tersebut menghadirkan Pak Ifan Martino, seorang ahli ketahanan pangan yang memberikan pandangan jauh ke depan terkait pembangunan berkelanjutan.

Pak Ifan menjelaskan di forum itu, "Kita perlu mengubah cara pandang kita tentang ketahanan pangan, bukan hanya soal cukup atau tidaknya jumlah pangan, tapi juga soal keberlanjutan ekosistem dan keanekaragaman pangan lokal yang ada di Indonesia." Kata-katanya menggema di benak Damar. Betapa pentingnya menjaga keragaman tanaman yang tumbuh di negeri ini, agar tidak tergilas oleh sistem produksi yang hanya fokus pada tanaman-tanaman yang paling menguntungkan secara ekonomi.

Dalam perjalanan pulang, Damar mencoba merenungi kata-kata itu. Di pinggir jalan, ia melihat hamparan sawah yang berubah bentuk menjadi deretan bangunan beton. Ia sadar bahwa keanekaragaman tanaman semakin terancam oleh perkembangan kota yang tidak terbendung. Menjaga keanekaragaman itu seperti menjaga identitas bangsa, pikirnya, dan ia merasa perlu melakukan sesuatu.

Keesokan harinya, Damar memutuskan untuk bertemu dengan ketua kelompok tani di desanya. Ia mempresentasikan ide untuk mempertahankan dan membudidayakan varietas-varietas padi lokal yang kerap terpinggirkan. Damar mengajak mereka berinvestasi pada bibit-bibit padi asli Indonesia yang memiliki kemampuan adaptasi luar biasa di berbagai kondisi iklim.

"Aku nggak mau kita hanya fokus menanam varietas yang cepat tumbuh dan laku di pasar, tapi kita lupa dengan jenis padi lokal yang sudah dari dulu tumbuh di sini," jelas Damar berapi-api. "Jika suatu saat nanti terjadi krisis pangan, kita masih punya cadangan benih yang bisa bertahan."

Pak Karto menyetujui gagasan Damar, dan bersama-sama mereka menggerakkan petani lain untuk berpartisipasi. Mereka membuat program pembibitan padi yang memprioritaskan jenis-jenis padi lokal.

Langkah demi langkah, desa itu mulai berubah. Damar mulai mencatat setiap varietas padi yang mereka tanam, bersama keunggulan dan ketahanannya terhadap hama serta kondisi cuaca. Mereka bekerja sama dengan Bank Benih Indonesia untuk mendapatkan bibit varietas lokal yang unggul dan tahan terhadap berbagai kondisi.

Beberapa bulan kemudian, Damar dan para petani lain menghadiri kembali sesi diskusi Forum Bumi yang digagas Yayasan KEHATI dan National Geographic Indonesia, di mana mereka dihadapkan dengan realitas ketahanan pangan yang kompleks. Dalam acara tersebut, Pak Ifan menjelaskan lebih lanjut tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 yang berfokus pada ketahanan sosial, budaya, dan ekologi, termasuk ketahanan pangan. Dengan penuh semangat, ia berkata, "Jika kita ingin mencapai ketahanan pangan yang berkelanjutan, kita harus bisa menjaga hubungan erat antara produksi pangan, ketersediaan air, dan energi. Kita perlu mengadopsi pendekatan yang holistik dan berkelanjutan."

Kata-kata itu menyadarkan Damar bahwa perjuangannya untuk mempertahankan varietas padi lokal tidak cukup. Ada kebutuhan untuk memperkuat sistem irigasi dan memperhatikan keberlanjutan lahan pertanian agar produksi pangan tetap terjaga. Bersama-sama, mereka mengadakan sesi belajar untuk para petani agar dapat menerapkan teknologi pertanian yang lebih ramah lingkungan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline