Lihat ke Halaman Asli

Berhenti untuk Menggeneralisasi dan Mulailah untuk Menghargai

Diperbarui: 11 Juni 2024   21:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Generasi Z dan Milenial sering kali menjadi subjek pembicaraan di media sosial maupun dunia kerja. Berbagai stereotip melekat di kedua generasi tersebut. Menggeneralisasi dua generasi ini menyebabkan dangkalnya pemahaman yang sebenernya perbuatan segelintir oknum tetapi yang di salahkan adalah generasi tertentu. Penting untuk kita ingat bahwa Gen Z ataupun Milenial adalah sekelompok heterogen. Mereka berasal dari berbagai latar belakang budaya, ekonomi, pendidikan, dan lingkungan sosial yang berbeda.

Meskipun terdapat beberapa tren umum yang dapat diamati antara Gen Z dan Milenial, seperti penggunaan teknologi yang luas, preferensi work-life balance, dan kecenderungan untuk mencari makna dalam pekerjaan, tidak semua dari individu di kedua generasi ini akan memiliki karakteristik yang sama.

Menggeneralisasikan Gen Z dan Milenial menghasilkan stereotip yang dapat merugikan, baik bagi individu dalam generasi tersebut, ataupun bagi organisasi yang mencoba berinteraksi dengan mereka di tempat kerja. Misalnya adalah dengan menganggap bahwa semua Gen Z tidak bisa bekerja dalam tim atau bahwa semua Milenial hanya peduli tentang pekerjaan yang memberikan arti bagi hidup mereka.

Mendukung satu sama lain dan menciptakan lingkungan yang inklusif dapat membantu meredakan ketegangan antar-generasi. Kita semua memiliki kontribusi yang berbeda, terlepas dari generasi kita masing-masing. Menyadari bahwa setiap generasi memiliki nilai, keahlian, dan karakteristiknya sendiri dapat membantu kita memahami dan menghargai perbedaan-perbedaan tersebut. Hal ini juga menciptakan kesempatan untuk saling belajar dan tumbuh bersama.

Menggeneralisasi satu generasi, padahal sebenarnya adalah kita lahir itu dengan mindset yang konkret, maka dunia yang membuat pemikiran seseorang abstrak. Jadi manusia itu semakin tua, ya pemikirannya semakin abstrak karena banyak hal yang mempengaruhi pikiran manusia tersebut. Mungkin kita ingat waktu kecil sering diberikan hal-hal sama orang tua tentang sesuatu. Tentu semakin dewasa, kita bertemu dengan banyak orang yang mempunyai pikiran dan pola asuh yang beragam. Tentunya semakin banyak prespektif yang ada. Dan akhirnya pemikiran kita menjadi abstrak karena menerima banyak prespektif dari orang-orang yang memiliki pikiran yang beragam. Jadi, bukan soal generasi siapa yang akhirnya kaku dan fleksibel, tetapi seperti siapa yang menerima prespektif lebih banyak.

Kompleksitas dan keragaman individu dalam dua kelompok tersebut harus diakui dan dihargai. dengan menyadari bahwa setiap individu memiliki nilai, keahlian, dan karakteristiknya sendiri, kita dapat memperkuat kolaborasi antar-generasi dan membangun hubungan yang baik kedepannya. Dengan demikian, kita dapat menciptakan peluang untuk saling belajar, tumuh dan berkembang bersama-sama, tanpa adanya batas oleh stereotip atau generasi yang sempit.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline