Kasus kekerasan di Indonesia akhir-akhir ini menjadi sebuah kasus yang perlu disoroti. Terlebih kasus kekeraan pada anak. Tercatat pada tahun 2017 tidak lebih dari 116 kasus kekerasan terhadap anak yang ditangani oleh KPAI. Dalam data tersebut, KPAI menyatakan bahwa pelakunya adalah orang-orang terdekat seperti ayah tiri atau ayah kandung, keluarga dekat, dan temannya. Kasus tersebut sudah termasuk kasus kekerasan dan pelecehan seksual pada anak.
Bahkan, sekolah yang notabene menjadi lingkungan pembentuk karakter anak. Kini menjadi ladang kekerasan untuk anak. Orangtua sepatutnya khawatir, karena kekerasan dilingkungan ini kian sadis. Tidak lagi dilihat berdasarkan kuantitas atau jumlahnya, tapi tingkat kesadisan yang semakin mengerikan. Data Komisi Perlindungan anak Indonesia (KPAI) mencatat, sebanyak 84% siswa pernah mengalami kekerasan disekolah dengan perbandingan 7 dari 10 siswa, dan 45% siswa laki-laki menyebutkan bahwa guru atau petugas sekolah merupakan pelaku kekerasan. Angka kasus kekerasan ini menempatkan Indonesia berada diurutan tertinggi. Dirinci dalam rentang usia, jumlah korban kekerasan paling banyak sepanjang tahun 2017 terjadi pada usia 6-12 tahun atau kelompok latar pendidikan siswa TK dan SD.
Sekali lagi, Indonesia tercengang. Tak hanya anak yang menjadi korban kekerasan disekolah. Baru-baru ini, guru yang notabene sang penoreh ilmu tewas dianiaya sang murid. Ahmad Budi Cahyono, nama itu mencuat seiring nafasnya yang telah hilang. Guru seni rupa SMA 1 Tojun, Sampang, Madura tewas dibunuh muridnya. Lantaran pelaku tidak terima dicoret pipinya.
Belum kering air mata kehilangan guru Budi, di Banjarnegara beredar video seorang siswa SMP menantang kepala sekolah. Lalu siapakah yang seharusnya diberi perlindungan? Dan dimanakah peran BK berada? Pertanyaan itu kian mengiang dalam pikiran. Menyoroti kasus yang terjadi akhir-akhir ini, maka murid dan guru haruslah diberi perlindungan yang sama. Artinya, dua komponen tersebut harus sama didepan hukum. Punishment dalam hal ini harus diberlakukan agar tidak ada lagi kasus murid dianiaya dan guru Budi- guru Budi lainnya.
Peran bimbingan konseling haruslah tertuju tidak hanya pada murid melainkan juga pada guru. Mengapa harus guru dan murid? Karena dua peran ini memiliki andil dalam kegiatan belajar. Mereka merupakan individu yang dinamis dan memiliki persoalannya. Karena dalam hal ini bimbingan konseling berperan untuk menyelesaikan masalah baik dalam persoalan antara guru dan murid dalam proses pembelajaran atau yang lainnya. Bimbingan dan konseling juga berperan mengembangkan potensi yag dimilki konseli. Menurut Rochman Natawidjaya (1981) bimbingan adalah proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat memahami dirinya, sehingga ia sanggup mengarahkan diri dan dapat bertindak wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadan keluarga dan masyarakat. Dengan demikian dia dapat mengecap kebahagiaan hidupnya serta dapat memberikan sumbangan yang berarti.
Dalam kasus kekerasan tersebut, mereka yang notabene pelaku adalah orang-orang yang bermasalah dari segi emosinya dikarenakan berbagai hal dalam kehidupannya. Dengan sifat yang temperamental seperi itu, sulit dipungkiri bahwa pelaku tersebut tidak akan melakukan kekerasan. Oleh karena itulah, bimbingan konseling berperan penting dalam membantu konseli memecahkan masalahnya. Agar tidak terjadi lagi kekerasan didalam dunia pendidikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H