Di dalam bidang psikologi, prinsip dalam kode etik tidak hanya berfungsi sebagai pedoman dan menentukan perilaku etis tetapi juga membangun kompetensi yang sangat diperlukan untuk praktik psikologis yang bertanggung jawab.
bagaimana kompetensi terintegrasi dalam etika menciptakan praktisi yang kompeten secara teknis dan etika ?
Kode Etik Psikologi menetapkan standar tinggi untuk tanggung jawab praktisi dan tanggung jawab profesional. Psikolog harus mampu mengasah kemampuannya dalam menangani situasi yang menantang secara etika, mempertahankan standar yang tinggi bagi klien, dan memastikan perlindungan terhadap kesejahteraan individu yang dilayaninya.
Seorang psikolog dan/atau ilmuwan psikolog harus mempunyai kompetensi dalam melaksanakan bentuk layanan psikologi yang mana sudah tertulis dalam pasal 7 pada ayat 1 sampai dengan ayat 5 yang berbunyi :
- Ilmuwan psikolog memberikan layanan dalam bentuk mengajar, melakukan penilaian dan/atau intervensi sosial dalam area sebatas kompetensinya, berdasarkan Pendidikan, pelatihan atau pengalaman sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah yang dapat dipertanggung jawabkan.
- Psikolog dapat memberikan layanan sebagaimana yang dilakukan oleh ilmuwan psikologi serta secara khusus dapat melakukan praktik psikologi terutama yang berkaitan dengan asesmen dan intervensi yang ditetapkan setelah memperoleh ijin praktik sebatas kompetensi yang berdasarkan Pendidikan, pelatihan, pengalaman terbimbing, konsultasi, telaah dan/atau pengalaman professional sesuai dengan kaidahkaidah ilmiah yang dapat dipertanggung jawabkan.
- Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dalam menangani berbagai isu atau cakupan kasus-kasus khusus, misalnya terkait penanganan HIV/AIDS, kekerasan berbasis gender, orientasi seksual, ketidakmampuan (berkebutuhan khusus), atau yang terkait dengan kekhususan ras, suku, budaya, asli kebangsaan, agama, bahasa atau kelompok marginal, penting untuk mengupayakan penambahan pengetahuan dan ketrampilan melalui berbagai cara seperti pelatihan, pendidikan khusus, konsultasi atau supervisi terbimbing untuk memastikan kompetensi dalam memberikan pelayanan jasa dan/atau praktik psikologi yang dilakukan kecuali dalam situasi darurat sesuai dengan pasal yang membahas tentang itu.
- Psikolog dan/atau ilmuwan psikologi perlu menyiapkan Langkah-langkah yang dapat di pertanggung jawabkan dalam area-area yang belum memiliki standar baku penanganan, guna melindugi pengguna jasa layanan apabila yang belum memiliki standar sikologi serta pihak lain yang terkait.
- Dalam menjalankan peran forensic, selain memiliki kopetensi psikologi sebagaimana tersebut diatas, psikolog perlu memahami hukum yag berlaku di Indonesia, khususnya hukum pidana, sehubungan dengan kasus yang ditangani dan peran yang dijalankan.
Adapun contoh kasus dari ruang lingkup kompetensi yaitu sebagai berikut :
Sebagai seorang yang sudah menempuh Pendidikan di strata 1 dan 2, jika mau membuka praktik sudah seharusnya untuk mengajukan permohonan agar memiliki izin praktik sesuai dengan kompetensinya. Namun yag dilakukan oleh psikolog Erna salah. Ia tetap membuka praktik psikologi meskipun belum memiliki surat izin praktik yang sesuai dengan kompetensinya. Jadi hal ini melanggar kode etik psikologi dalam hal kompetensi pada pasal 7 ayat (2)
Perbedaan kewenangan Ilmuwan Psikolog dan/atau Psikolog
Dalam masyarakat, peran psikolog dan psikolog seringkali dibingungkan. Keduanya memiliki ikatan yang kuat dengan psikologi, namun perbedaan utama mereka dalam peran, otoritas, dan pendidikan sangat mempengaruhi praktik dan fokus profesional. Mari kita telusuri persamaan dan perbedaan antara psikolog yang berpraktik dan otoritas psikolog.
- Kewenangan Psikolog Memberikan layanan psikologi meliputi: Praktik klinis dan konseling, Penelitian, Pengajaran, Supervisi dalam pelatihan, Layanan Masyarakat, Pengembangan kebijakan, Intervensi sosial dan klinis, Pengembangan instrumen asesmen psikologi, Penyelenggaraan asesmen, konseling, konsultasi organisasi.
- Kewenangan Ilmuwan Psikologi Memberikan pelayanan, meliputi : Penelitian, Pengajaran, Supervisi dalam pelatihan, Pengembangan kebijakan, Intervensi sosial, Pengembangan instrumen asesmen psikologi, Pengadministrasian asesmen, Konseling sederhana, Konsultasi organisasi
Berdasarkan dari uraian diatas dapat disimulkan bahwa, Prinsip-prinsip dalam kode etik tidak hanya memandu dan menentukan perilaku etis tetapi juga mengembangkan kompetensi yang diperlukan untuk praktik psikologis yang bertanggung jawab. Jika melihat Pasal 7 Kode Etik Indonesia yang memuat ayat 1 sampai dengan 5, mempunyai peranan yang sangat penting dalam membimbing dan membentuk perilaku psikolog. Dalam konteks ini mempengaruhi pengembangan kompetensi di bidang psikologi, memastikan bahwa praktisi tidak hanya ahli teknis tetapi juga bertanggung jawab secara etis dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Meskipun terdapat perbedaan kewenangan antara ilmuwan psikolog dan psikolog, namun keduanya berperan penting dalam pengembangan dan penerapan seluruh aspek kehidupan.
HIMPSI. (2010). Kode Etik Psikologi Indonesia. Pengurus Pusat Himpunan Psikologi Indonesia, 11--19. http://himpsi.or.id/phocadownloadpap/kode-etik-himpsi.pdf
Ningsih, W. (2021). Etika Psikolog dalam Pengumpulan dan Penyampaian Hasil Pemeriksaan Psikologis (Tinjauan Aksiologi). Jurnal Filsafat Indonesia, 4(1), 53-58.