Surat kabar mengenai kasus kekerasan seksual seperti tidak akan basi meskipun dimakan oleh pergantian waktu. Seperti berita yang baru dimuat pada tanggal 15 Mei di dalam platform detik.com. Dimana ada dua wanita yang menjadi korban pelecehan ketika mereka menumpangi bis transjakarta. Selain itu ada pula berita pelecehan seksual terbaru yang dimuat pada tanggal 17 Mei 2023 di dalam platform kompas.tv. Dalam berita itu disebutkan bahwa ada pedagang jasuke di Palmerah, Jakarta Barat yang melecehkan dua korban dan diduga korban tersebut adalah anak perempuan. Jika digali lagi secara mendalam, berita-berita tentang kasus pelecehan atau kekerasan seksual masih bertebaran dimana-mana.
Berdasarkan pernyataan yang diungkapkan oleh ketua komnas perempuan Andy Yentriyani terdapat 457.895 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan yang terjadi pada tahun 2022. Meskipun jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, angka kasus tersebut sempat mengalami penurunan namun pengaduan kasus kekerasan di komnas perempuan pada tahun 2022 justru meningkat hingga 4.371 kasus dengan 17 kasus perhari yang masuk. Menurut (Dian, 2023) komnas perempuan mengalami beberapa hambatan dalam mengatasi kasus kekerasan seksual di tahun 2022 yaitu terkait harmonisasi kebijakan yang dianggap kurang dan UU TPKS yang belum memiliki aturan pelaksana. Selain itu kurang adanya bukti terkait saksi, korban yang mengalami dikriminalisasi atau mengalami perudungan, stigma perempuan terkait berhubungan tanpa status, dan masih banyak lagi. Tentu hal tersebut menjadi masalah serius sehingga perlu adanya edukasi bagi masyarakat tentang kasus kekerasan seksual ini. Salah satunya adalah menyuarakan anti kekerasan seksual melalui media sosial menggunakan poster.
Poster merupakan salah satu media untuk mengungkapkan berbagai pesan seperti pesan yang mengandung protes, penyuluhan, dan sebagainya dengan menambahkan ilustrasi-ilustrasi yang menarik. Menurut KBBI, poster adalah plakat berupa pengumuman atau iklan yang dipasang di tempat umum. Sedangkan menurut Hidayatullah, (2010, hlm. 19) poster adalah media cetak yang menampilkan gambar-gambar memikat mata sekaligus berfungsi untuk memberikan informasi pada khalayak. Sering kali poster digunakan karena media ini memiliki karakter yang kuat dalam menyampaikan informasi dilengkapi dengan penekanan-penekanan yang disuguhkan dalam bentuk gambar dan warna. Jika dihubungkan dengan ilmu semiotika, poster ini dapat dianalisis dari segi makna dengan berbagai teori termasuk teori Charles Sanders Peirce.
Teori semiotika C.S Peirce dikenal dengan istilah trikotomi yang terdiri atas objek, representamen, dan interpretan. Menurut Patriyansyah (2014) di dalam Pangestuti, (2021, hlm. 27--28) objek terdiri atas ikon, indeks, dan simbol. Representamen terdiri atas qualisign, sinsign, dan legisign. Terakhir, interpretan terdiri atas rheme, disent, dan argument. Poster mengenai anti kekerasan seksual akan dianalisis menggunakan tiga teori tersebut karena poster tersebut mengandung gambar dan kata-kata yang bisa dikaji keseluruhan berdasarkan maknanya. Dalam essai ini, akan di teliti sebuah poster yang diunggah oleh akun fakultas Teknologi Industri UAJY (@kuliah_ftiuajy) dalam sosial media yaitu twitter. Poster tersebut diunggah pada 15 Mei 2023.
Dalam teori Peirce, objek terdiri atas 3 kategori yaitu ikon, indeks, dan simbol. Dari poster ini, ikon tertuju pada gambar beberapa orang yaitu 4 laki-laki dan 3 perempuan yang memiliki fisik berbeda-beda. Lalu, ada pula beberapa tulisan yang menjadi pokok dalam poster ini yaitu kalimat "Akhiri Bersama kami! SATGAS PPKS UAJY", dua balon kata yang bertuliskan "Lapor kemana???" dan juga nama-nama akun sosial media. Di bawah poster terdapat gambar telpon dan barcode serta di atas poster terdapat nama universitas dan kerja sama dengan lembaga. Dari segi indeks, poster ini mengindekskan kebingungan masyarakat sekaligus ketegasan untuk melapor bila menjadi korban kekerasan seksual. Gambar beberapa orang laki-laki dan perempuan dengan menempelkan jarinya ke dagu dan kepala menyimbolkan kebingungan masyarakat dalam menangani kasus kekerasan seksual. Balon kata "Lapor kemana???" menyimbolkan adanya kejelasan tentang kebingungan masyarakat. Gambar telpon dan barcode menyimbolkan tempat adanya dukungan untuk melapor kasus kekerasan seksual.
Dalam representamen ada 3 kategori yaitu qualisign, sinsign, dan legisign. Dari segi qualisgn, poster ini didominasi oleh warna coklat yang bisa menggambarkan kekuatan dan dapat diandalkan. Jika dihubungkan dengan kasus kekerasan seksual, makna kekuatan atau dukungan tertuju pada korban kekerasan seksual untuk terus semangat dan tidak menyerah. Selain itu, makna dapat diandalkan bisa ditujukan untuk petugas pemberantas kekerasan seksual. Lalu, warna krem yang dipakai untuk latar poster menggambarkan kehangatan, kenyamanan, dan kurangnya percaya diri. Korban kekerasan seksual biasanya akan kehilangan kepercayaan dirinya dan ragu untuk menindaklanjuti kasus tersebut.
Dari segi sinsign, gambar laki-laki dan perempuan di poster tersebut menggambarkan masyarakat Indonesia yang beragam dari mulai warna kulit yang berbeda, gaya rambut, dan cara berpakaian. Selain itu, adanya gambar ekspresi mengkerut dan posisi jari yang menempel pada dagu menandakan kebingungan. Kemudian, kalimat utama di poster tersebut dilengkapi dengan tanda seru dan huruf kapital yang menadakan ketegasan. Dari segi legisign, gambar laki-laki dan perempuan yang kebingungan berkaitan erat dengan kondisi masyarakat Indonesia terutama korban yang masih ragu atau bingung untuk menindaklanjuti adanya kekerasan seksual yang telah terjadi.
Dalam interpretan terdapat 3 kategori yaitu rheme, disent, dan argument. Berdasarkan poster tersebut, rheme tertuju pada gambar laki-laki dan perempuan yang menandakan adanya keragaman yang dimana tindakan kekerasan seksual harus dipahami oleh seluruh masyarakat Indonesia tanpa melihat ras, suku, dan keyakinan. Gambar telpon dan barcode sebagai gambaran pelaporan untuk kasus kekerasan seksual. Disent berupa tulisan yang penuh ketegasan dan keseriusan dalam menangani kekerasan seksual. Terakhir, argument yaitu selain keragaman yang ditunjukkan gambar orang-orang di poster tersebut, namun ada juga balon kata berupa pertanyaan yang sangat menggambarkan kebingungan atau ketidaktahuan orang Indonesia terhadap penanganan kekerasan seksual. Tidak hanya itu, adanya gambar telpon dan barcode yang mempermudah masyarakat untuk masuk ke dalam laman pelaporan kasus kekerasan seksual.
Poster yang diunggah dalam akun Fakultas Teknologi Industri UAJY memberikan pesan moral agar masyarakat bisa lebih peduli akan kasus kekerasan seksual. Selain itu, poster ini merupakan salah satu gerakan untuk mengajak para korban kekerasan seksual untuk buka suara dan berani melapor. Dengan menggunakan teori semiotika Peirce kita menjadi tahu makna-makna yang terkandung dalam poster seperti elemen gambar, warna, dan maksud dari adanya tulisan di poster tersebut. Dalam menganalisis poster menggunakan teori Peirce ini butuh ketelitian dalam memaknai setiap elemen dalam poster.
Sumber: