Lihat ke Halaman Asli

Naif (Goblok)nya Si Bule

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

" ......kalau cinta sudah melekat, gula jawa rasa coklat, lalala....lala....."begitulah bunyi sepenggal kalimat dalam lagu dangdut yang dinyanyikan Lusiana Safara. Suami memang lagi suka dangdutan belakangan ini, dari yang dulunya suka musik rock. Katanya musik dangdut itu lebih universal karena di dalamnya terdapat banyak melodi (termasuk melodi rock). Tapi bukan dangdutnya yang akan saya bahas, melainkan efek sampingan (seperti obat aja) dari kekuatan cinta itu sendiri kalau otak kita sudah tidak ikut bicara.

Beberapa bulan lalu suami menceritakan kalau teman kita, sebut saja si A (orang Jerman) telah menjual rumahnya kepada teman kita juga, si B (wanita Indonesia) dengan harga murah sekali. Lokasinya strategis, tidak jauh untuk ke Legian atau Denpasar. Luas tanah 8 are dengan rumah 2 lantai & kolam renang. Harga yang didapat oleh si pemilik rumah hanya sepertiga dari harga pasar & itupun dibayar dengan mencicil (kredit) tanpa bunga untuk waktu 10 tahun. Olala.... betapa beruntungnya dikau mendapatkan kue ini !

Saya tahu si B karena dikenalkan suami 18 tahun lalu. Ketika itu kita masih taraf penjajakan (pacaran). Suami mengenal B, karena pacar B (orang Jerman) adalah teman sekolahnya. Sebut aja si C. Persahabatan kita cukup dekat waktu itu. Sebelum mereka menikah (hanya nikah adat), si C sudah membeli tanah yang diatasnamakan B. Atas nama sendiri jelas tidak bisa karena belum adanya hukum yang memperbolehkan orang asing memiliki tanah/rumah di Indonesia. Harga tanah di Bali waktu itu belum segila & sepanas seperti saat ini. Di atas tanah 3 are itulah dibangun rumah yang bagus, jika melihat keadaan rumah tetangga di sekitarnya waktu itu. Setelah itu si C membujuk juga temannya, si A, agar membeli juga tanah yang ada di samping rumahnya. Tentu saja dengan memakai nama istrinya, si B. Karena punya tanah (?) lebih luas, maka si A membangun kolam renang, kalau dia lagi kepanasan tidak perlu jauh-jauh cari laut untuk berenang. Tinggal nyebur aja di kolamnya. Jadi di atas kertas si B punya tanah total 11 are & 2 rumah mewah, tanpa mengeluarkan uang sepeserpun untuk mendapatkannya. Sekali pukul dapat 2 lalat!

Kalau sepasang manusia sedang jatuh cinta, maka rasio sudah tidak jalan. Omongan kiri-kanan sudah tidak didengar lagi. Mereka seperti hidup di dunia sendiri, yang lain seperti tidak ada (hantu kali). Begitu juga dengan teman kita si C. Semua uang yang dia punya diinvestasikan untuk membangun rumah, dengan harapan bisa menghabiskan masa tuanya di Bali dengan istri tercinta. Manusia berencana, si Boss (Tuhan) menentukan. Setelah beberapa tahun berjalan, akhirnya say goodbye datang juga. Si C balik begitu saja ke Jerman dengan meninggalkan semua hartanya. Tanpa perceraian. Saya tidak tahu apakah kawin adat mengenal juga perceraian seperti nikah di catatan sipil. Rupanya dia lebih suka hidup di negaranya walaupun tanpa tempat tinggal yang memadai. Mungkin lebih baik hujan beneran di negara sendiri, daripada hujan emas di negara lain, berlaku juga untuk orang Jerman. Sedih...oh...sedihnya nasib istri yang ditinggal suami, tapi lebih sedih lagi hidup suami yang gak punya apa-apa lagi alias bangkrut. Walaupun tanpa suami, B bisa hidup enak. Rumah,mobil & uang ada. Dia hidup dari menyewakan rumah si A yang uangnya tidak pernah disetorkan ke si pemilik rumah. Harga sewanya bukan rupiah, tapi US dollar. Sudah bertahun-tahun si A tidak menengok rumahnya di Bali. Dia mempercayakan semua kepengurusannya ke B. Tentunya sudah banyak pundi-pundi uang B dari sewa itu.

Setelah 8 tahun hidup susah (tanpa istri & uang), akhirnya si C memutuskan untuk kembali ke Bali dengan harapan bisa membujuk istrinya untuk menjual rumahnya & hasilnya dibagi berdua. Kalau orang sudah gak punya uang, rasa malu & gengsi kadang-kadang sudah tidak ada, begitu juga dengan si C. Bertahun-tahun meninggalkan istri tanpa kepastian kapan akan kembali, eh.....tiba-tiba muncul. Bukannya harta gono-gini yang didapat, malahan si B meminta suaminya untuk jadi negosiator ke si A agar mau menjual propertinya (tanah+rumah) dengan harga yang si B mau. Tentu saja dengan harga semurah-murahnya. Mungkin kalau bisa gratis. Kalau ada kesempatan untuk jadi jauh lebih kaya, kenapa tidak diambil ? Toh tanah & bangunannya juga atas nama gue, itu pikir si B. Tidak tahu bagaimana cara si C membujuk si A, yang pasti harga penawaran disetujui dengan kondisi pembayaran yang telah dijelaskan di atas.

Dari pengakuan langsung si B ke saya ( kita bertemu belum lama ini waktu liburan di Bali), dia bilang ke A untuk menjual propertinya ke orang lain tidaklah gampang, kemungkinan besar tidak ada yang mau beli, karena di akte tanah semua tertulis jadi satu, tanah si B (atau tepatnya tanah C) + tanah A yaitu 11 are. Susah untuk memecah akta tersebut. Dan A percaya begitu saja. Aduh gobloknya dikau! Pekerjaan konsultan pajak, tapi otak masih lebih pintar si B yang hanya tamat SMA. Seingat saya, B pernah dulu mengatakan, tidak ada masalah kalau A mau menjual propertinya ke orang lain walaupun sertifikat tanah jadi satu. Lidah memang gak bertulang ! Memang itu bukan urusan saya, tapi rasanya 'eneg' juga kalau melihat teman bisa makan teman dalam bisnis. Saya hanya bisa menyalahkan si bule A yang tidak cek dulu lewat internet tentang harga properti di Bali sebelum menjualnya. Paling tidak dia bisa menyewa jasa agen properti untuk menilai kepemilikannya.

Masih banyak contoh serupa yang dialami para bule yang sudah ditipu untuk beli tanah/rumah di Indonesia. Biasanya godaan datang dari wanita kita ( pacar si bule) dengan mengiming-imingi bahwa si bule berhak juga atas tanah/rumah tersebut seandainya mereka tidak sama-sama lagi. Untuk para bule, mbok ya sebelum membeli, cari info sebanyak-banyaknya untuk status tanah/rumah bagi orang asing untuk nantinya tidak rugi sendiri. Jangan investasikan semua uang yang kalian punya, bisa-bisa kalian hidup menggelandang atau hidup dari tunjangan sosial pemerintah begitu cinta sudah selesai dan harus balik kampung. Sampai saat ini kalian (para bule) tuh belum boleh beli tanah/rumah seperti yang kalian mau. Hukum kita belum sampai ke sana. Paling baru sampai pada aturan hak pakai yang lamanya 25 tahun & masih bisa diperpanjang (20 tahun lagi)kalau yang kalian sewa itu  tanah negara, itu juga kalau kondisi tanah masih baik. Kondisi tidak baik seperti apa ya? Sedangkan tanah hak milik, tidak bisa diperpanjang kalau masa kontrak sudah habis (25 tahun). Itu yang pernah saya baca.

Jadi berhati-hatilah kalau pacar kalian cepat-cepat minta dibikinin rumah dengan alasan untuk tempat tinggal kalian berdua. Buka mata, pasang telinga sebelum semuanya terlambat. Jangan akhirnya menyesal di kemudian hari & bilang semua wanita Indonesia matre & penipu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline