Lihat ke Halaman Asli

Tergolong Manakah Sikap Anda?

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Eysenck menggunakan pendekatan empirik dalam penelitiannya dan memunculkan teori trait faktor yang menjelaskan tentang 3 dimensikepribadian. Dalam teori yang dibuat oleh eysenk ini, dia lebih mengutamakan pada pengumpulan data dari responden yang jumlahnya besar dan mengkorelasi skornya dengan menggunakan analisis faktor sebagai aspek penting dalam psikologi.Dengan kata lain, teori trait faktor mendasarkan diri kepada psikometrik alih-alih penilaian klinik.dalam 3 dimensi eysenk yang sudah disebutkan, yaitu ekstraversi, neurotisme, dan psikotisme. Saya lebih tertarik pada dimensi yang ekstraversi. Pada ekstraversi seseorang lebih mampu beradaptasi secara baik dengan sosial sekitarnya, dia lebih berani dalam melakukan berbagai hal diluar lingkungannya. Berbeda dengan introversi, seseorang yang memiliki sifat tersebut lebih banyak menutup dirinya dari sosial dan terlihat tidak ada semangat dalam hidupnya. Orang yang seperti itulah akan terlihat kesulitan dalam berkomunikasi dengan siapapun. Eysenk meyakini bahwa munculnya sifat ekstroversi dan introversi disebabkan oleh tingkat keterangsangan korteks, kondisi fisiologis yang sebagian besar bersifat keturunan. Ekstravers yang rendahakan membutuhkan rangsangan indrawi untuk mengaktifkan korteksnya. Sedangkan pada neurotiknya, seseorang akan mudah merespon secara emosional sehingga menciptakan gangguan neurotik dalam dirinya. Dan untuk psikotisme itu sendiri, jika seseorang memiliki sifat psikotisisme yang tinggi dia lebih terlihat agresif, tidak peduli bahkan keras hati dll, sedangakan seseorang yang memiliki psikotisime yang rendah dia akan lebih baik hati, penuh perhatian, akrab sabar dll.pada dimensi ini psikotisme mempunyai unsur genetik yang besar dibandingkan dengan ekstraversi dan neurotikme.

Bicara mengenahi teori eysenk, saya akan sedikit bercerita tentang pengalaman saya dimasa lalu, entah bisa dikatakan unik atau tidak. Saya mempunyai seorang teman yang amat baik jika berada bersama saya, dia orang yang supel menurut saya. Karakter dia bisa dikatakan penuh perhatian, sabar dan akrab jika sedang bersama dengan saya. Dan menurut saya jika dibandingkan dengan teori eysenk dia masuk dalam 2 dimensi yang diterapkan yaitu ekstravers dan psikotisme yang rendah. Namun, ada sisi dia yang membuat saya kecewa dengan sikapnya, saat dia tidak berada dengan saya dia akan memunculkani sifat neurotisme dan psikotisisme yang tinggi. Di balik sikap dia yang baik, ternyata dia mempunyai rasa benci akan sikap saya. Dia lebih suka membericarakan kejelakan saya ke orang lain saat saya lagi tidak bersama dengannya. Dan sejak saat itu saya merasakan akan sifat neurotik saya karena saya emosi dan kecewa dengan seorang teman yang sudah mampu berhianat di belakang saya. 1 pelajaran buat saya hingga sekarang, bahwa seseorang yang sudah terlihat baik di awal belum tentu dia akan seterusnya baik, bahkan dia akan mampu menjadi musuh dalam hidupmu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline