Sejarah tradisi lisan sudah ada bersamaan sejak adanya manusia. Tradisi lisan merupakan ingatan kolektif masyarakat pemiliknya yang dituturkan secara turun temurun dan dari generasi ke generasi.
Tradisi lisan menurut Sibarani (2012), adalah kegiatan budaya tradisional suatu masyarakat yang diwariskan secara turun-temurun dengan lisan dari generasi ke generasi berikutnya, baik tradisi itu berupa kata-kata lisan (verbal) maupun tradisi lain yang bukan lisan (non verbal).
Dalam bentuknya, tradisi lisan tidak hanya berupa cerita dongeng, mitologi, atau legenda. Tetapi lebih dari itu, tradisi lisan juga dapat ditemukan dalam bentuk sistem kognitif masyarakat, sumber identitas, sarana ekspresi, sistem religi dan kepercayaan, pembentukan dan peneguhan adat istiadat, sejarah, hukum, pengobatan, keindahan, kreativitas, asal usul masyarakat, dan kearifan lokal mengenai ekologi dan lingkungan.
Di Indonesia, hampir seluruh daerah memiliki tradisi lisan yang dituturkan secara turun temurun sejak ratusan tahun lalu. Namun seiring dengan perkembangan zaman tradisi lisan kini mulai banyak ditinggalkan oleh penuturnya, akibatnya eksistensi tradisi lisan pada beberapa daerah di Indonesia terancam punah dan bahkan ada diantaranya telah punah.
Di Maluku, tradisi lisan dikembangkan sebagai sarana penyampaian dan pelestarian sejarah serta budaya dalam bentuk sastra lisan. Tradisi dimaksud sampai kini masih dapat ditemui pada beberapa daerah di wilayah Maluku, salah satunya adalah pada masyarakat Banda di Kepulauan Kei.
Masyarakat Banda adalah salah satu kelompok etnis di Maluku yang secara turun temurun mempertahankan tradisi lisannya dengan baik. Hal ini pula yang dikemukakan oleh Timo Kaartinen, seorang antropolog asal Finlandia.
Menurutnya, masyarakat Banda adalah tipikal kelompok etnik yang mampu menjaga dan mempertahankan budayanya dengan baik. Jauh sebelum Indonesia menjadi sebuah negara berdaulat, masyarakat Banda sudah sejak lama mampu mempertahankan kedaulatan budayanya.
Bahkan upaya genosida yang dilakukan oleh Jan Pieterszoon Coen di bawa bendera VOC pada tahun 1621 terhadap masyarakat Banda tidak mampu "menghabisi" manusia dan budayanya. Justru kebiadaban dan kekejaman gubernur VOC itu terrekam jelas dalam tradisi lisan masyarakat Banda hingga kini.
Tradisi Lisan Onotan
Tradisi lisan masyarakat Banda sendiri pernah diteliti oleh Timo Kaartinen sejak tahun 1994. Dari hasil penelitian tersebut, Timo Kaartinen (2012), menggambarkan tradisi lisan masyarakat Banda sebagai sebuah budaya yang memiliki ketahanan yang kuat setelah perang Pala. Bahkan menurutnya, masyarakat Banda adalah pemenang dari perang Pala itu.