Lihat ke Halaman Asli

Salamuddin Uwar

Penikmat Air Putih

Eksistensi Bahasa Banda (Tur Wandan) di Maluku

Diperbarui: 3 April 2024   21:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kantor Bahasa Maluku

Keberadaan sebuah bahasa daerah sangatlah penting, mengingat bahasa daerah merupakan salah satu identitas budaya yang melekat pada diri setiap individu penuturnya. 

Untuk tetap menjaga identitas tersebut, maka diperlukan kesadaran dari masyarakat penutur, agar terlibat secara aktif dalam menjaga dan melestarikan bahasa daerahnya. 

Selain keterlibatan masyarakat, peran serta pemerintah dalam menjaga dan melestarikan bahasa daerah sangat dibutuhkan pula, mengingat bahasa daerah adalah salah satu kekayaan budaya nasional yang harus dijaga dan dilestarikan oleh negara, sebagaimana yang diatur dalam UUD 1945 pada pasal 32 ayat (2).

Sejauh ini, tidak ada produk hukum yang secara khusus mengatur tentang bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional, hanya pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan yang sedikit menyinggung tentang bahasa daerah terutama pada pasal 42. Itu pun dalam pasal tersebut, negara terkesan menyerahkan persoalan bahasa daerah menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Bahkan, kedudukan bahasa daerah dan bahasa asing dalam undang-undang ini hampir sejajar. Ini mengindikasikan bahwa negara dalam hal ini pemerintah tidak serius melestarikan bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional.

Padahal berdasarkan data yang ada, keberadaan beberapa bahasa daerah di Indonesia terancam punah, bahkan ada diantaranya telah mengalami kepunahan. Misalnya, data yang bersumber dari Kemendikbudristek (2023), bahwa di Indonesia terdapat lebih dari 718 bahasa daerah. Di mana dari 718 bahasa daerah tersebut banyak yang terancam punah dan kritis.

Di Maluku, berdasarkan sumber dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbudristek (2024), terdapat 62 bahasa daerah yang teridintifikasi, dan 8 di antaranya telah punah. Delapan bahasa daerah yang telah punah tersebut diantaranya; Bahasa Kajeli atau Kayeli, Bahasa Piru, Bahasa Moksela, Bahasa Palumata, Bahasa Hukumina, Bahasa Hoti, Bahasa Serua, dan Bahasa Nila. Sedangkan 25 bahasa daerah diantaranya terancam punah. Sementara Bahasa daerah dalam kondisi rentan punah sebanyak 19 bahasa.

Di Kabupaten Maluku Tenggara sendiri, ada dua bahasa daerah yang digunakan dalam keseharian masyarakat, di antaranya; Bahasa Kei (Veveu Evav) yang dituturkan oleh masyarakat Kei, dan Bahasa Banda (Tur Wandan) dituturkan oleh Masyarakat Banda yang telah menetap di Kepulauan Kei semenjak 400 tahun silam.

Bahasa Banda (Tur Wandan

Bahasa Banda adalah bahasa daerah yang dituturkan secara turun temurun oleh masyarakat Banda yang bermukim di Kepulauan Kei. Ada dua desa yang yang menggunakan bahasa Banda di Kepulauan Kei, yakni Desa Banda Ely dan Desa Banda Elat. Jauh sebelum itu, bahasa Banda dituturkan oleh orang Banda di Kepulauan Banda. 

Namun sejak terjadinya perang Pala pada tahun 1621, orang Banda kemudian memilih untuk meninggalkan tanah leluhurnya menuju berbagai tempat di penjuru Nusantara, salah satunya di Kepulauan Kei. Dan sampai saat ini, hanya diaspora orang Banda yang menetap di Kepulauan Kei yang berhasil mempertahankan kearifan lokalnya, termasuk bahasa Banda (tur wandan) sebagai salah satu identitas kebudayaan mereka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline