Dugaan saya tentang akan adanya teroris yang tertangkap ternyata terbukti. Saya menunggu-nunggu kapan teroris tertangkap lagi. Kekangenan saya akan tertangkapnya teroris ini bukan berdasarkan firasat tertentu apalagi wangsit. Kekangenan itu muncul dari "fenomena aneh" yang selalu sama dan terjadi dari penyebab yang hampir seragam.
Mulai dari kepemimpinan Presiden kita periode yang kedua, para teroris (islam radikal) sering menjadi kuda hitam para penguasa. Penguasa yang saya maksud bukan melulu pemerintah, bisa jadi pemerintah atau pihak-pihak lain yang memang berkuasa di negri ini. Seolah-olah para teroris yang ini disimpan dan di "sembelih" satu per satu sesuai kebutuhan. Tidak lupa, perlu di korbankan juga beberapa pion untuk menambah semarak drama penangkapan (atau pembantaian??).
Saya sering bertanya-tanya kenapa mesti ada teroris ketangkap setelah booming kasus-kasus yang melibatkan orang lingkaran kekuasaan? Cicak Vs Buaya, Century, Hamabalang, juga Cicak Vs Buaya jilid II yang menjadikan jendral polisi jadi pesakitan. Jadi semenjak sang Jendral ditangkap, saya langsung "memantau" daerah mana yang akan di chaos-kan dengan kemunculan teroris dan penangkapannya tentunya. Ternyata Solo yang menjadi TKP nya, sebuah design yang sangat apik karena pemilihan lokasi ini. Bersamaan dengan hajatan Si Walikota, pemilihan Solo menjadi lokasi akan memunculkan berbagai macam dugaan, dan yang jelas media pasti akan menyorot habis-habisan dengan rentang waktu yang lama sehingga ada isu lain yang dapat di alihkan, setidak-tidaknya di redam.
Kemunculan dan penangkapan teroris model begini seperti terpola. Yang kemudian sering dikatakan kebetulan mempunyai waktu yang hampir bersamaan dengan "event" yang lain. Tetapi saya adalah orang yang tidak tidak begitu suka dan tidak percaya dengan sesuatu yang terjadi secara kebetulan. Karena saya punya keyakinan bahwa tidak ada yang kebetulan terjadi diatas muka bumi ini.
Kembali kepada terorisme (radikalisme agama), apapun alasannya terorisme tersebut tidak dapat dibenarkan dan saya sangat menolaknya. Namun yang menjadi masalah adalah ketika terorisme menjadi komoditas yang Supply and Demand-nya dikontrol dan ditentukan sekelompok orang tertentu dengan mempermainkan keikhlasan dan tingkat rasionalitas kelompok lainnya.
Ah..Semoga bangsa ini dapat terselamatkan dari hilangnya entitas dan identitas bangsanya melampoi kerajaan-kerajaan terdahulu yang kini tinggal cerita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H