Geliat emosi kelompok yang dipertontonkan lewat beragam aksi beberapa tahun belakangan ini, membuat banyak orang semakin menjauhkan diri dari kehidupan kelompok. Gaya hidup individualistik merebak, hedonism pun demikian, seperti menemukan semangat kebersamaan untuk bersemi. Kepedulian dan kepekaan sosial tinggal istilah. Belum lagi kecanggihan teknologi informasi abad ini, malah merenggangkan hubungan antar lingkungan, karena kurangnya interaksi sosial, "mendekatkan yang jauh, menjauhkan yang dekat."
Beruntung, sosok ulama kharismatik asal Lombok, Nusa Tenggara Barat, Tuan Guru Bajang, Dr. Muhammad Zainul Majdi, terus melakukan penyadaran melalui safari dakwah nusantaranya, menyangkut pentingnya kehidupan bersama, kehidupan jamaah. Seperti waktu lalu, saat mengikuti pengajian beliau di bilangan Jakarta Timur, tepatnya di Pondok Pesantren al-Hilal, Cakung, Jakarta Timur.
Ulama lulusan Al-Azhar ini mengungkap keterkesanannya atas sebuah ayat dari surah at-Taubah, ayat ke 128, menurutnya, ayat ini istimewa, berbunyi,
Laqad ja'akum rasulun min anfusikum `azizun `alaihi maa `anittum harishun `alaikum bil mu'minina ra'ufun rahimun.
Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.
Ayat ini bertalian dengan Rasulullah saw. Keterkesanan Tuan Guru Bajang, pada kata "min anfusikum" kata ini menyifatkan Rasulullah saw. sebagai pribadi yang selalu bersama umat, berasal dari umat, dan tidak lari dari problematika umat. Nabi bukan orang yang lepas tangan, ia selalu hadir membenahi masyarakat.
Penjelasan menarik, cukup berbeda dengan tafsiran-tafsiran lain yang banyak fokus menafsirkan ayat ini, hanya pada konteks penurunan Rasulullah untuk orang Arab atau non Arab. Prof. Dr. Hamka, misalnya menengahi pendapat jumhur ulama tafsir yang menafsirkan kata "kum" dengan orang-orang Arab, sementera az-Zajjaz, menafsirkannya dengan seluruh umat manusia, dengan menerangkan Nabi Muhammad saw. diperuntukkan untuk seluruh umat manusia, alam semesta, dibuktikan dengan eksisnya sahabat dari luar Arab seperti Bilal al-Habsyi, Salman al-Farisi, dan Shuhaib ar-Rumi.
Kembali kepada penjelasan Tuan Guru Bajang atas ayat ini, penting rasanya untuk menanamkan kesadaran untuk selalu bersama masyarakat. Kesadaran untuk membawa perubahan, memberikan solusi untuk kemaslahatan umat. Meski, masalah-masalah itu begitu berat hingga rasa-rasanya ingin antipati atas berbagai problematika.
Di saat itu, perlu untuk mengingat sikap Rasulullah saw, nabi yang selalu ada untuk umatnya. Layakkah menjadi umat Rasulullah saw, namun tidak ingin ambil bagian untuk menyelesaikan problematika umat? Ingat, individualisme, hedonisme, bukan semangat Rasulullah saw., maka seharusnya bukan menjadi semangat umat Rasulullah saw.
Penjelasan tambahan dari ulama, cucu Maulana Syaikh Zainuddin Abdul Majid ini, bahwa ayat ini mengandung khasiat tersendiri jika diamalkan untuk dibaca setelah shalat wajib. Seperti diterangkan Syaikh at-Tijani, pengamalan ayat ini akan membuat hati terjaga dan memudahkan atau diberikan kemudahan mengucapkan kalimat tauhid saat sakaratul maut.
Itulah beberapa hal yang bisa dipelajari dari ayat istimewa menurut Tuan Guru Bajang ini, tidak hanya mengenai semangat kebersamaan, hidup bersama umat guna membantu menyelesaikan problematika umat, tetapi juga tambahan wirid dan dzikir yang memiliki khasiat, tentu semuanya harus dikembalikan kepada Allah swt.