Lihat ke Halaman Asli

Salim Rahmatullah

Scholarship Hunter

Warung Buka Siang Hari Ramadhan? Sebaiknya Begini...

Diperbarui: 25 Mei 2018   23:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Foto: Editan Pribadi

Bulan ramadhan dikenal sebagai bulan suci, bulan berkah, bulan rahmat, bulan ampunan, dan banyak istilah- istilah yang disematkan kepada bulan ramadhan. Penyematan itu dilakukan mengingat sebegitu agungnya bulan ke- 9 dari tahun hijriyah ini. Bayangkan saja, segala ganjaran dari ibadah dilipatgandakan, tidurnya orang yang berpuasa saja sudah ibadah, apalagi jika orang berpuasa melakukan amalan- amalan seperti shalat, dzikir, sedekah, dan lain- lain.

Namun, meski demikian, selalu saja ada hal- hal yang membuat ramadhan terasa memilukan, terutama kekerasan  atau tindakan- tindakan keras yang menimpa para pedagang nasi di siang hari bulan puasa. Permasalahan ini menjadi dilematis, jika anda menyusuri berbagai alasan yang muncul dari kedua belah pihak; yang membuka warung dan yang menegakkan kemuliaan ramadhan perspektif mereka.

Tentu ada banyak alasan, pertimbangan, atau pun faktor, tetapi apapun itu, bagi penulis terbukanya warung di siang hari ramadhan, sebaiknya ditelusuri dulu alasan, pertimbangan, dan faktor- faktornya. Mari mulai dari sisi orang yang membuka warung di siang hari ramadhan. Alasan klasik yang sering kita dengar adalah faktor ekonomi itu sendiri, sebagai pedagang warung,kerjaan mereka yang tentunya menjual nasi dan lauk- pauk, demikian sudah menjadi keharusannya untuk berjualan, meski itu di bulan ramadhan. Apalagi jika diperkuat dengan alasan, bahwa bulan ramadhan bukan bulan untuk bermalas- malasan, tapi bulan kerja, nah, sebagai penjaga warung, membuka warung di bulan ramadhan, adalah bentuk realisasi dari ramadhan bukan bulan malas- malasan. Hehehheh... apa iya demikian?

Pertanyaan yang muncul kemudian, sebagai penjaga warung, bukankah bisa membuka warungnya  ketika mendekati waktu berbuka puasa tiba, dan di waktu sahur.  Dilematisnya, di keuntungan yang berkurang. Apa iya, keuntungan anda berkurang? Jika demikian, kenapa anda di waktu sahur juga membuka warung, di waktu buka juga membuka warung, bahkan di siang hari, berarti ada peningkatan penjualan dong, minimal dari waktu membuka warung, ditambah dengan waktu sahur. Jika merasa berkurang  pendapatan kalau hanya mengandalkan sahur dan buka, yaudah cukupkan saja berdagang di siang hari, kenapa mengikutkan waktu sahur? 

Jadi sebenarnya yang menjadi pertimbangan adalah materialisme semata, tidak inginkah melihat sisi religiusitas yang ingin dibangun dan ditebarkan di bulan berkah ini.

Muncul alasan, bukankah tidak semua orang berpuasa di bulan ramadhan, ada orang sakit, anak- anak, ibu hamil, nifas, menstruasi, dan non muslim, yang membutuhkan makanan untuk bersantap. Boleh saja, jika alasannya demikian, tetapi kenyataan di lapangan banya orang yang tidak masuk kategori itu asyik makan di warung- warung. 

Seharusnya jika memberikan alasan ada kategori- kategori orang yang bisa makan di bulan puasa dan membutuhkan makanan untuk makan, maka sebagai penjaga warung harus siap dengan konsekuensi melakukan verifikasi atau pemeriksaan terhadap orang- orang yang ingin makan di warung anda. Bisakah berbuat demikian? Jika hal ini bisa dilakukan, maka andalah warung  yang baik.

Kemudian, muncullah orang-orang dengan perspektif untuk menjaga kemuliaan bulan ramadhan, rela melukai ramadhan mereka sendiri dengan tindakan- tindakan kekerasan, persekusi, dan penutupan paksa terhadap warung- warung yang buka. Alasan anda memang mulia, untuk menjaga kemuliaan bulan ramadhan, tapi jika sudah masuk ranah kekerasan, maka sama saja anda merusak kemuliaan bulan ramadhan ini. Bukan bulan ramadhan bulan yang suci, bulan ampunan, bulan rahmat, bulan kesabaran. Demikian, jagalah kemuliaan  bulan ini dengan cara- cara yang baik, bukan dengan kekerasan, persekusi, dan penutupan paksa.

Satu hal yang mungkin perlu disoroti juga, hal yang bagi penulis baik secara religiusitas dan moralitas sangat kita sayangkan, jika warung  buka  siang hari di tengah komunitas muslim, maka yang mengisi tentu orang muslim yang bulan Ramadan merupakan bulan wajib untuk berpuasa, dan jika meninggalkannya adala dosa. Bagi saya, dalam hal ini tidak bisa berlepas tangan dan dibiarkan, karena menyangkut moralitas dan religiusitas dari para muslim. Namun, tentu berbeda kemudian, jika warung itu buka di tengah komunitas yang bercampur-aduk, tidak total muslim, maka silahkan saja. Jika pun anda masih risih, silakan tegur dengan teguran- teguran yang baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline