Ku terbangun kanget ketika alarm handphone ku mulai berdering kencang menandakan waktu pagi telah tiba. Mimpi yang panjang dan indah, andai itu adalah sebuah kenyataan sekarang. Batinku dalam hati. Ku harus bergegas pagi ini untuk berangkat ke kampus, yah menjalani rutinitas seperti biasanya. Tak ada yang berbeda dari sebelum-sebelumnya walaupun kali ini diriku mendapatkan amanah menjadi seorang presiden mahasiswa. Ah... bagiku sama saja.
Mimpi semalam membuatku terngiang-ngiang dalam lamunanku siang ini. Ditemani dengan Sahabat Kopi, ku melamunkan setiap jejak mimpi semalam. Sembari ku bertanya-tanya kepada Sahabat Kopi,"Sahabat, bisakah mimpi menjadi sebuah kenyataan?"
"Bisa Sahabatku!!! Pastinya dengan usaha dan jangan melupakan do'a." Jawab Sahabat Kopi
"Bagaimana usahanya? Ini adalah masalah hati, Sahabat!!! Aku malu mengakuinya." Ucap Zhen dengan nada yang sedikit keras.
"Apakah yang membuat engkau malu jika mengungkapkan itu, Sahabatku? Cinta tak sedikitpun memalukan walau hasilnya tak seperti yang engkau inginkan. Bersyukurlah engkau masih memiliki rasa cinta tersebut, artinya hati kau belum mati, masih peduli dengan lawan jenis." Tanggap santai Sahabat Kopi.
"Benar, aku malu jika nantinya aku ditolak. Malu karena aku tidak bisa memberikan kebahagiaan untuknya nanti." Jawab Zhen dengan sedih.
"Bukannya orang yang engkau sayangi tidak ada lagi sekarang? Siapa gerangan yang kau maksudkan itu? Apakah ada yang baru?" Tanya Sahabat Kopi bertubi-tubi.
"Memang sekarang Hany hanyalah khayalanku dalam masa depan, tak mungkin rasanya menggapai dia kembali, padahal semalam aku asyik memimpikan masa depan ku dengannya. Hahaha... Tuhan memang tahu apa yang aku inginkan." Jawab Zhen
"Aku paham soal itu, Sahabatku. Siapa gerangan yang membuat kau jatuh cinta kembali dengan cepatnya? Jangan-jangan kau hanya cinta dia karena nafsu?" Tanya kembali Sahabat Kopi
"Nur (cahaya)...Iya namanya Nur. Mungkin kau belum pernah melihatnya. Bagiku ini bukan nafsu Sahabat. Diriku benar-benar serius dengannya."
"Jika kau ingin serius dengan Nur, mengapa tidak kau menikah saja langsung? Bukankah banyak teman-teman seumuran kau yang berani mengambil tindakan menikah." Tanya Sahabat Kopi dengan mengkerutkan dahi