Bahkan aku lupa tarikan nafasku sedalam apa akhir-akhir ini. Beberapa tahun kebelakang, nafasku selalu terasa berat. Memendam kebosanan menjalani kehidupan yang hambar. Otaku terpenjara, tak ada kesempatan untuk berpikir liar rasanya. Terlalu takut untuk berimajinasi, lebih baik mencari aman dalam kepenatan, selalu seperti ini.
Hingga pagi tadi ku dapatkan pesan dari kawanku, sial, aku menangis dibuatnya. Potongan novelnya mengenai perjalanan kehidupan kami di masa lalu terlihat berseberangan dengan kondisiku saat ini.
Mengingatkan kembali sebuah masa penuh kegembiraan, masih ingat rasanya bagaimana jantung berdegup mantap didalam dada, derasnya aliran darah dibawah kulit membawa semangat membara, otaku menari tanpa batas, langkah-langkahku cepat, tanganku gesit, bukan hal sulit mewujudkan setiap imajinasi dikala itu.
Habis kubaca, dunia seolah berhenti sejenak, ada sesuatu merasuk membuat dada terhenyak. Nafasku berhenti sesaat, tapi kini berbeda, bak seorang pelari mengambil ancang-ancang pada garis start, bersiap menarik nafas sedalam yang aku bisa, akan ku hembuskan habis penatku yang selama ini membatu di dalam dada.
Datanglah gairah yang dulu pernah singgah di masa lalu, isi penuh kepalaku, segera ku lepaskan kalian menjadi karya. Berdirilah jasadku, semesta telah membangunkan jiwamu. Bersama-sama kita lepaskan imajinasi liar itu, sesuatu yang besar sedang menunggu.
Bersiaplah!
Terimaksih sahabatku.
Bandung, 25 November 2021.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H