Apa kabar Kompasiana ,salam.Saya kali ini tidak akan mengulas film Logan,krn mungkin sudah ada yang memposting artikel yang serupa,jadi saya lebih ingin mengulas dari segi aspek yang lain aja.
Mungkin ini merupakan film yang kedua saya tonton dalam kurun dua tahun,maklum saya bukan orang peminat nonton film di bioskop,film terakhir yang saya tonton tahun lalu ialah X-Men: Apocalypse(2016).Saya sebenarnya orang yang tidak berminat nonton pada awalnya,maklum dari franchise X-Men yang tayang di bioskop spt X-Men dan spin-off-nya Wolverine dan First Class,saya bisa hanya menonton versi digital doank alias download.
Tapi saya menjadi penasaran dengan film Logan karena membaca beberapa sinopsis-nya serta rumor ini bakalan menjadi film terakhir sang aktor asal Australia, Hugh Jackman sebagai Wolverine,jadi saya memutuskan untuk menonton film tersebut,tentunya dengan harga tiket NoMat,kan uda saya katakan dari awal,saya bukan pecandu menonton di bioskop krn bbrp faktor,misalnya gangguan dari penonton sebelah yang selalu sok tahu,makanya saya dulunya kalau ketika di tengah film cari bangku kosong agar lebih fokus ke film ketimbang dengar ocehan penonton di samping saya
Saya berharap film tersebut lebih menyajikan lebih banyak dialog dan drama ketimbang penggunaan adegan aksi yang berlebihan seperti ledakan,adegan pertarungan yang dikomputerisasi,krn,film superhero yang terakhir yang saya tonton yang lebih mementingkan unsur penekanan cerita ialah film Dark Knight(2008),saya betul-betul terkesima dengan penyutradaraan Christopher Nolan yang menekankan pada konflik pada superhero-nya belum lagi unsur psikologis yang dihadirkan karakter antagonis,Joker yang benar-benar membuat saya ingin Batman cepat-cepat melenyapkannya.
Film Logan ternyata hampir mirip dengan Dark Knight yang mampu membuat saya tidak bisa beranjak dari bangku walaupun saya sebenarnya sudah kebelet pipis,jujur saya sangat suka pendalaman dari Hugh Jackman,yang lebih tampak seperti superhero frustasi karena selain sudah uzur dia juga harus merawat Professor Xavier yang mengalami penyakit alzheimer,mungkin yang disayangkan dari konfliknya yakni tiadanya rasa frustasi akibat kehilangan teman seperjuangan.
Konflik dan drama yang berkembang sepanjang film membuat saya takjub, inilah seharusnya yang menjadikan salah satu patokan untuk film superhero ke depannya,lebih mementingkan pendalaman karakternya ketimbang lebih kepada perkelahian,adegan aksi atau ledakan dimana-mana seperti Avengers,malahan film Batman yang sekarang diperankan Ben Affleck menjadi cerita buruk untuk franchise tersebut karena dianggap tidak bisa menyamai atau melebihi Batman versi Nolan.
Film superhero sekarang dikatakan malah diekspos berlebihan,tidak seperti dulu sebelum Iron Man pertama dan Dark Knight pada 2008.Saya malah terkesan miris membayangkan film superhero sekarang cenderung menjadi pencetak uang ketimbang mencetak kualitas,jadi ingat dengan film Michael Bay yang selalu menggunakan efek ledakan secara berlebihan walaupun filmnya sukses secara pasaran.
Misalnya kalau saya boleh memilih antara Spiderman versi Sam Raimi(Tobey Maguire) dengan versi sekarang,saya lebih cenderung ke versi Sam Raimi,krn karakter Peter Parker di film tersebut lebih hidup akibat segudang permasalahan yang dihadapinya untuk ukuran remaja yang beranjak dewasa daripada harus menonton action yang tidak berati sama sekali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H