Lihat ke Halaman Asli

Kotak Kardus

Diperbarui: 10 Oktober 2015   16:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Seandainya kotak ini terbuat dari emas, ini tetap sebuah kotak kecil tak beda dengan sebuah kardus. 

Kotak ini terlalu kecil untukku hidup, sesaat saat ku lahir kedunia tempat ini pilihanmu menitipkanku, bukan pilihanku.

Ini terlalu sempit untuk ku hidup, tuan dan nona. Ini terlalu sesak untukku tumbuh, untukku belajar berdiri, berlari. Ketika ku balikkan badan ku ke kanan yang kulihat dinding coklat sebuah kardus bukan masa ketika teman-teman mengajakku bermain. Ketika ku balikkan badan ku ke kiri lagi kulihat dinding coklat sebuah kardus, bukan senyum manis penuh kasih sayang yang seharusnya itu darimu, dari keluargaku, itu bukan pelukan dari seorang ibu yang harusnya itu darimu, yang kutemui bukan pundak kokoh seorang ayah yang menjagaku dan itu seharusnya dari mu. Ketika kupalingkan wajahku kebelakang semuanya gelap, terlalu sesak hingga sulit untukku bernafas, dan ketika kutanggahkan wajahku yang kulihat wajah kalian, ini yang aku mau, menatap wajah kalian tuan, nona, ayah, ibuku. Ketika ku ulurkan tangan berharap pelukanmu, tersadar ini adalah terakhir kali aku melihat kalian meski takkan pernah aku mengingatnya. Kalian mulai menutup satu persatu sisi dinding kardus itu, perlahan kalian tutup dan perlahan pula kau hilangkan cahaya itu, kau tutup semua masa depan ku bersama kalian, dan sesaat semua menjadi gelap. hadirku takpernah kalian harapkan.

Aku hanya bisa menangis sekeras mungkin, kupanggil kau ayah, aku memanggilmu ibu. Sesaat setelah kalian meninggalkanku aku berjanji ayah, aku berjanji padamu ibu. Sekaras kucoba bahagiakan kalian, semampunya aku akan menjadi yang terbaik untuk kalian, sesaat setelah kalian menutup kedua sisi kardus itu aku berjanji, aku memohon jangan tinggalkan aku, aku berjanji ayah, aku berjanji ibu. Dan terus kuucap janji-janji itu hingga sebuah tangan membuka dinding-dinding kardus itu, kukira kalian mendengar janji-janjiku, ternyata tidak.

Maafkan aku ayah, maafkan aku ibu. Aku tak bisa tinggal disana, tempat itu terlalu sempit, tempat itu terlalu sesak. Maafkan aku takbisa menerima apa yang kalian berikan untukku hidup, sebuah kotak kardus.

-------------------------------

Ayah, ibu maafkan anakmu ini, jika tempat yang kalian berikan untukku hidup pernah aku tinggalkan, aku jalani hari-hari bukan dalam sebuah kotak kardus.

Ayah, ibu jika kalian mau memaafkanku. Aku ingin kalian tau, tak lama kuhirup udara di luar kota kardus hanya sebentar saja aku tinggalkan kotak kardus itu. Hingga sebuah tangan memaksaku kembali kedalam kotak kardus itu. Aku menolak, aku berontak, namun aku terlalu lemah. Kini yang kumengerti ayah, ibu. Kotak kardus itu adalah pilihan kalian, pilihan kalian untuk membesarkanku, untuk melahirkanku, terima kasih ayah, ibu, kini aku kembali ke dalam sebuah kotak kardus.

Ayah, ibu, ini terlalu sempit, tak cukup untuk tubuhku yang mulai tumbuh besar untuk tinggal disana, semenjak kedua tangan kalian menutup dinding kardus itu aku sudah tumbuh besar, aku sudah dapat berlari. Ayah, ibu banyak yang ingin aku ceritakan pada kalian, semoga kalian sudi untuk mendengarnya.  Ayah, ibu hari itu aku disiksa di perkosa, hingga singkat tangan-tangan itu memotong tubuhku,  perkecil bagian tubuhku, hingga dipisahkan tangan dan kaki ku, robek isi perutku, mereka muntahkan semua yang ada dalam tubuhku, memaksaku kembali ke tempat yang kalian berikan dulu.

Terima kasih ayah, terima kasih ibu kalian berikan aku tempat yang sempurna. Kau pisahkan aku dengan jiwaku, kau pisahkan nafas lahirku. Kalian berikan tempat yang terbaik untukku mengawali hidup, dan mengakhirinya.

Sakid, 15

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline