Setiap Cinta adalah Cinta Pertama
Sakban Rosidi
Sebagai penyegar dan pengingat materi perkuliahan logika, saya menulis dan membacakan sebuah puisi berjudul “Sajak Cinta Pelajar Logika”.
Cinta, karena engkau kekasihku, maka engkau kekasihku
Cinta, mustahil pada saat bersamaan, kau adalah kekasihku dan bukan kekasihku
Cinta, kita pun tiada punya jalan tengah, engkau mesti kekasihku atau bukan kekasihku
Cinta, tiada perubahan sedemikian tanpa alasan cukup bagi perubahan itu. Juga cintaku kepadamu.
Sajak Cinta Pelajar Logika tersebut, saya tulis berdasarkan perangkat hukum dasar logika, yaitu kebenaran umum yang berlaku dalam bidang logika, yang berperan sebagai patokan atau kaidah pemikiran. Hukum dasar logika ini sering pula disebut sebagai postulat universal penalaran (universal postulates of all reasonings). Ada empat jenis postulat universal penalaran, yaitu: principium identitatis, principium contradictionis, principium exclusi tertii, dan principium rationis sufficientis.
“Cinta, karena engkau kekasihku, maka engkau kekasihku”, menggambarkan hukum keunikan (principium identitatis). Artinya, sebenarnya tiada sesuatu pun di dunia ini yang sama persis. Dengan demikian, sesuatu itu hanya sama dengan sesuatu itu sendiri, tidak pernah sama dengan sesuatu yang lain. Jika sesuatu itu p (kekasihku), maka p (kekasihku) hanya sama dengan p (kekasihku), atau p (kekasihku) adalah p (kekasihku). Dapat pula dikatakan, "jika p (kekasihku) maka p (kekasihku) dan akan tetap p (kekasihku)".
“Cinta, mustahil pada saat bersamaan, kau adalah kekasihku dan bukan kekasihku” menggambarkan hukum tanpa pertentangan (principium contradictionis). Artinya, tidak mungkin sesuatu itu pada saat bersamaan adalah "sesuatu itu dan bukan sesuatu itu". Dapat disederhanakan, bahwa tidak mungkin p (kekasihku) pada saat bersamaan adalah p (kekasihku) dan bukan p (kekasihku). Hukum ini sering pula disebut hukum tanpa pertentangan (law of no contradiction).
“Cinta, kita pun tiada punya jalan tengah, engkau mesti kekasihku atau bukan kekasihku”, menggambarkan hukum penyisihan jalan tengah (principium exclusi tertii). Artinya, sesuatu mestilah p (kekasihku) atau bukan p (kekasihku) dan tidak ada kemungkinan ketiga sebagai jalan tengah. Cinta sejati tidak mengenal “Teman Tetapi Mesra”.
“Cinta, tiada perubahan sedemikian tanpa alasan cukup bagi perubahan itu. Juga cintaku kepadamu”, menggambarkan hukum kecukupan alasan atas perubahan (principium rationis sufficientis). Artinya, jika perubahan terjadi pada sesuatu, maka perubahan itu niscaya memiliki alasan yang cukup. Hal itu berarti bahwa tidak ada perubahan yang terjadi begitu saja tanpa penjelasan rasional yang memadai sebagai penyebab perubahan itu.
Ada implikasi menarik dari pemahaman postulat umum penalaran. Merujuk kepada hukum keunikan (principium identitatis), kita sama sekali tidak mengenal kategori cinta pertama, cinta kedua, dan seterusnya. Setiap cinta adalah tunggal, setiap cinta adalah cinta pertama. Bukankah orangnya berlainan, suasananya berlainan, tempat-tempat romantisnya berlainan, juga rasa dag-dig-dug-nya pasti berlainan.
Jadi, bagi siapa pun yang pernah gagal bercinta, sebaiknya tinggalkan saja. Bukankah kau harus bersiap diri menjemput cinta pertamamu, lagi?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H