Lihat ke Halaman Asli

@guscholis

segera mendekat, kiamat sudah dekat

Setahun Sebelum Kematian; Mohon Dipersiapkan

Diperbarui: 17 Februari 2022   00:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Siapakah orang, yang dia sudah tahu kapan akan datang kematian? Jangankan memikirkan. Kebanyakan manusia menghindarkan diri dari kematian. Mereka masih kerasan, tinggal bersama keruwetan. Katanya kesibukan. Masih banyak yang harus dikejar untuk sebuah kedudukan. 

Tempat untuk duduk disebut kursi. Banyak manusia berebut kursi. Katanya kesuksesan. Padahal, di kursi tersebut ada banyak ujian. Ketika manusia tidak ingat kepada Tuhan, kursi itu memabukkan. Boro-boro berpikir tentang kematian. Setiap hari bersiasat untuk mempertahankan. 

Ada apakah dengan kematian? Hanya orang-orang cerdas yang menyadari kematian. Hari ini, setiap hari, Allah menghadirkan kematian untuk menjadi pelajaran. Manusia boleh bersombong dengan kelebihan. Tapi di setiap malam, Allah memberi pelajaran yang memerdekakan.

Sengaja, Allah melebihkan seseorang dari seorang yang lain. Dalam hal apapun. Oleh karena itu, ada manusia, di dunia banyak sekali, yang menjadikan kelebihan sebagai amunisi untuk sombong. Padahal yang disombongkan itu hanya titipan dan ujian dari Sang Pemilik Kekayaan. 

Kata manusia, "Itu hasil jerih payah, kerja keras Aku! Kenapa harus diberikan atau disisihkan?" Begitulah kebodohan. Pikirannya telah mengalami kematian. Apalagi yang di dalam perasaan. Siapa yang bisnis di ikan laut, bukankah mereka hanya memanen? Kapankah mereka menabur benih dan pakan?

Di beberapa kesempatan, ada pesohor yang memilih bunuh diri. Ada juga yang bersusah payah menunggu kematian. Hidup enggan, mati pun tak datang-datang. Potensi stress dan tertekan, setiap hari bermunculan. Teman-teman mulai tersaring oleh keadaan, hingga akhirnya ketahuan siapa yang dalam kesejatian.

Hidup ini berisi kepastian, karena Allah telah mencpitakan dan memberikan garis-garis haluan. Allah telah memutuskan ukuran. Manusia terimalah dengan kelapangan. Siapa harus dapat apa, dalam berapa lama, dari mana, digunakan untuk apa, semuanya telah digariskan bersama-sama dengan kematian.

Sebagai hamba Allah, kematian adalah suatu kenikmatan. Tingkatannya setara dengan nikmat iman dan kesehatan. Ketiganya saling berkaitan. Kuncinya adalah penyerahan. Kepasrahan adalah modalnya para jawara. Tentu, setelah sebelumnya diisi dengan perjuangan tak berkesudahan.

Setiap manusia memiliki angka usia. Tapi tidak seorangpun yang tahu kecuali kematian telah diumumkan. Jadilah bersenang-senang keseharian. Kalau uang di tangan, mereka berburu tempat untuk dipamerkan. Setiap waktu adalah perjalanan. Tapi mereka tidak mengambil hikmah dari setiap menit yang dirasakan.

Ada 24 jam dalam keseharian. Setiap hari diulang-ulang. Delapan jam diantaranya untuk mendidik manusia menjadi hamba-Nya. Entah 8 jam manakah yang mampu memberi pelajaran. Tersedianya pilihan adalah untuk memerdekakan. Manusia ditantang untuk menjawab maksud dari sebuah pengulangan. 

Hidup ini sebuah kepastian. Tapi manusia memilih terombang-ambing dalam ketidakpastian. Adanya kuburan dan penguburan tidak mampu lagi untuk mengerek mereka mendapatkan kesadaran. Siapakah manusia yang menyediakan waktu untuk memikirkan, maka di kuburan akan terang benderang. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline