BERMAIN PISAU DI RUMAH SINGGAH
(kepada Begawan Martinus)
apa kabarmu
pernahkah kau menghitung waktu kita berpisah
seperti aku yang menghitung sepi kerinduan atasmu
sekarang kita bertemu lagi di rumah singgah
tempat dulu kita berbalas puisi dan berbagi buah
yang kau belah dengan lidah
lama aku tak membaca puisimu
walau begitu, tetap kukenali diksimu
tapi entahlah, semoga aku tidak tertipu
apa kau masih ingat yang kita bicarakan tahun lalu
suatu hari kita akan bermain pisau di sini
mencongkel mata penyair ber-make up abu-abu
bagai seorang dulu mencongkel mata Sajak
karena sering berubah wujud, terkadang kelinci
di siang hari, kuntil anak di malam hari
O, apa aku tak salah ajak Begawan
gila aku gila pula kau karena
gila mereka bukan gila metafora
lihat, lihatlah di sana
seorang gila yang lain tengah lelap bermimpi
acuh tak acuh belatinya tak lagi berdiri
tiga lampu rumahnya dibiarkan begitu
itu rumah kita, lampunya terus bergantian
menyala, namun tanpa penjaga
dan sebelum kita bermain pisau
aku ingin tahu dulu wujud aslimu
sebelum aku menyesal telah merindukanmu
biar kutahui sedewasa apa
kau selama menulis puisi
biar kutahui seberapa mahal harga lampu