Lihat ke Halaman Asli

Panggilan Cinta dari Menara Masjid

Diperbarui: 11 April 2021   15:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kumandang seruan untuk bersegera menyambut  panggilanNya selalu lantang terdengar. Suaranya menelisik menyusuri setiap lorong, ruang hingga dinding hati setiap muslim mengajak melangkahkan kakinya menuju mihrabNya. Kalimat-kalimat itu menuntun dan membimbing langkah menuju janji kebahagiaan. Untaian kalimat cinta itu menggema  menyambut wajah-wajah nan bersinar karena terbasuh air wudhu. Dari ketinggian menara masjid panggilan cinta itu berkumandang lima kali dalam sehari semalam.

Sungguh sangat spesial panggilan ini bagi seorang muslim, lima kali pengingatan yang terulang setiap harinya untuk bersegera menunaikan seruan itu. Berbeda dengan  berhaji ke Baitullah hanya sekali seumur hidup untuk ditunaikan jikapun ia mampu. Berpuasa hanya saat bertemu Ramadhan ia dijalankan secara penuh. Begitu pula zakat wajib dibayarkan sekiranya bilangan takaran dan waktunya telah terpenuhi. Untaian kalimat-kalimat indah itu tak henti-hentinya berkumandang setiap detiknya selama bumi berputar  dari barat ke timur, dimana hadir seorang muslim, pada saat  itu pula sholat tertegakkan.

Dunia dengan segala,hiruk pikuk aktivitasnya, akan menyita energi fisik dan jiwa . Fokus perhatian tenggelam dalam kesibukan yang seolah tak mengenal jeda. Kepenatan dan kejenuhan adalah hal yang niscaya menghinggapi jiwa-jiwa yang terlena. Mengejar obsesi dan mimpi hingga melupakan hakikat kehidupan dunia yang fana. 

Seumpama menghilangkan dahaga dengan meminum air di lautan, semakin banyak terminum akan semakin haus terasa.Keseimbangan mengelola orientasi hidup di dunia sebagaimana yang Allah gambarkan:  Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia ...(Surat Al-Qashash, Ayat 77). 

Sedemikian sempurnanya Islam menata ritme hidup manusia, agar ia selalu seimbang , antara urusan duniawi dan urusan ukhrawi. Ibnu Umar ra berkata," Rasulullah saw memegang pundakku lalu bersabda: " Jadilah engkau di dunia laksana orang asing atau orang yang menyeberang jalan. Ibnu Umar ra berkata: " Bila engkau berada di sore hari , maka jangan menunggu datangnya sore. Manfaatkan waktu sehatmu sebelum sakitmu, dan waktu hidupmu sebelum matimu". (HR. Bukhari). 

Menempatkan kehidupan dunia secara proporsional merupakan sikap seorang muslim yang memahami hakikat hidup dan kehidupan duniawi yang singkat dan sesaat. Allah SWT mengingatkan : "Dan buatkanlah untuk mereka (manusia) perumpamaan kehidupan dunia ini, ibarat air (hujan) yang Kami turunkan dari langit, sehingga menyuburkan tumbuh-tumbuhan di bumi, kemudian (tumbuh-tumbuhan) itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amal kebajikan yang terus-menerus adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.(Surat Al-Kahfi, Ayat 45-46)

Suatu ketika Rasulullah SAW pernah berdialog dengan para shahabatnya : " Sekiranya ada sungai dengan aliran airnya yang jernih di depan rumah seseorang, lalu ia mandi lima kali dalam sehar di sungai tersebut. Apa yang akan terjadi dengan orang tersebut? Seketika mereka menjawab orang itu dalam kondisi senantiasa bersih jawab para sahabat yang mulia. 

Begitupun sholat yang lima waktu akan menjadikan kalian bersih seumpama penghuni rumah tersebut, jawab Rasulullah SAW. Kesigapan seseorang menyambut titah adalah gambaran ketundukkan dan ketaatan yang mutlak dari seorang hamba kepada Sang Raja. Kalimat seruan itu menegaskan siapa yang Maha Agung, tidak ada harta, pangkat, jabatan yang melebihi dari KemahabesaranNya. 

Alam semesta yang teramat luaspun dalam genggaman kuasa Allah SWT. Pengakuan ini dibenarkan dengan hati, diucapkan dengan lisan dan terwujud dalam amal untuk yakin sepenuh hati bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan tunduk patuh di bawah tuntunan nabiNya Muhammad Rasulullah.  Keyakinan yang kokoh terhujam di kedalaman hati yang lembut ini menemukan mata rantainya di saat datang ajakan untuk bersegera menegakkan sholat. Ia  meyakini sholatlah media intensif dan efektif menjalin dialog antara hamba dengan TuhanNya. 

"Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku Kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku. Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku, agar mereka memperoleh kebenaran.(Surat Al-Baqarah, Ayat 186). Sedekat apakah seorang hamba kepada TuhanNya sehingga tak ada jarak. "Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya. (Surat Qaf, Ayat 16).

Ada janji kebahagiaan yang pasti tertunaikan saat sholat  segera ditegakkan dengan penuh kekhusuan. Atas nama kebahagiaan manusia sibuk berjibaku dengan porsi dua puluh empat jamnya sehari semalam mencari jalan meraihnya, walaupun hanya fatamorgana,  karena sumber dan pemberi kebahagiaan yang hakiki hanyalah Allah semata. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline