Lihat ke Halaman Asli

Perang: Opini Publik Bentukan Media

Diperbarui: 26 Juni 2015   13:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Isu hangat masih bergulir. Menjadi berita paling diminati para pembuat warta karena bisa menaikan jumlah pemirsa. Mengalahkan berita gunung sinabung yang memberikan efek derita buat para saudara-saudara di sumatera utara sana. Ya, itulah konflik Indonesia Malaysia.

Sore tadi (30/8/2010), ketika menikmati ta’jil berbuka puasa, saya menyimak satu berita yang ditayangkan salah satu stasiun tv swasta dari Jakarta. Tv swasta yang didominasi warna merah memberitakan sebuah fakta tentang kekuatan militer negeri kita dibandingkan dengan kekuatan militer negara tetangga.

[caption id="attachment_244299" align="alignleft" width="192" caption="diambil dari hil4ry.wordpress.com"][/caption]

Jika dilihat pada fakta yang tersaji, kekuatan militer kita jauh lebih besar daripada mereka. Begitu katanya. Satu persatu kekuatan militer diperbandingkan dari segi jumlahnya. Mulai dari jumlah personil, kapal perang, hingga tank. Kekuatannya jauh lebih besar kita ketimbang mereka.

Menyoroti masalah Indonesia Malaysia yang sedang menggelora saat ini, wajar sekali jika rakyat menjadi mudah emosi karena ternyata ada pembentukan opini dari berita yang tersaji. Kentara sekali, pembentukan opini bahwa perang akan menjadi sebuah cara terbaik dalam menyelesaikan masalah dengan negeri tetangga itu. Padahal jalur diplomasi sendiribaru akan dilaksanakan pada 6 september nanti.

Sebuah berita dari situs milik TV merah itu juga menyajikan kemungkinan TNI yang memang siap untuk berperang sebagai jalan terakhir dalam mempertahankan harga diri NKRI. Tdak ada yang salah dengan statement panglima tertinggi TNI ini. Memang begitulah seharusnya tugas pokok dan fungsi dari TNI, bukan? Namun sungguh disayangkan, pembentukan opini ini tampaknya memperuncing kebencian (alih-alih kata nasionalisme) rakyat Indonesia terhadap negara tetangganya.

Sayangnya, saya tidak melihat berita bagaimana presiden kita bereaksi untuk masalah ini. Entah memang santai atau penuh kehati-hatian, yang saya tahu, ketika petugas KKP ditangkap, baru seminggu setelahnya tuan pemimpin negeri ini memberi instruksi: Usut penangkapan itu!!! lalu beberapa hari setelahnya berkirim surat pada perdana menteri negeri serumpun ini. Rakyat pun geram. Pemerintah kita lembek. Begitu cap yang diberikan terhadap lambannya penanganan kasus demi kasus ini.

Sayang disayang, pembentukan opini dari stasiun TV telah menjadi sebuah sumber yang semakin memupuk rasa benci. Ketika masyarakat diberi informasi bahwa perang adalah pilihan terbaik, bukan tidak mungkin, rakyat yang kebanyakan belum bisa memilah mana opini dan mana fakta ini akan sesumbar untuk berperang demi NKRI.

Padahal, hasil dari perundingan alias diplomasi sendiri belum kita ketahui. Bisa saja akan berakhir damai nanti. Yang penting saat ini adalah ketegasan dari para wakil negeri ini di ajang perang diplomasi nanti. TEGAS. Cuma itu kata yang harus ditanamkan di otak mereka. Titik.

Sudah banyak yang berkata: perang hanya akan memberi derita. Menang jadi arang, kalah jadi abu. Tak akan berfaedah sama sekali. Lebih baik melalui jalur diplomasi: Damai namun TEGAS!!!.

Kembali kepada pembentukan opini tadi, sudah selayaknya kita sebagai masyarakat bisa memilih dan memilah, mana opini yang bisa menjadi sugesti dan mana berita yang berguna untuk kemajuan bangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline