Lihat ke Halaman Asli

Sailaga Rahadian

Asli akun saya sejak 2011. Pernah 2x ikut berkontribusi dalam penerbitan buku bersama para kompasioner.

[FISUM] AKTUAL

Diperbarui: 25 Juni 2015   02:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Pukul dulu urusan belakangan," begitu kalimat yang pernah saya dengar. Dan dalam banyak hal sebenarnya pepatah ini dapat diterapkan. Tak percaya? Ya sudah, lha mau apa? Saya sungguh tak punya hak memaksa. he.he..

Karena sering terbaca dan terdengar, maka ungkapan itu pun tertanam dalam benak saya. Maka dalam banyak hal, saya seringkali asal maju duluan. Urusan lain belakangan. Bukankah rasa malu bisa dibuang sembarangan? Seperti misalnya saat saya masih hidup di kost-kost an. Ingin seperti teman yang lain, yang jika malam minggu ngapel ke kost mahasiswi, maka saya mengumpulkan segenap kemampuan untuk memberanikan diri. Bahkan saya belum tahu kost siapa yang akan saya sambangi. Tapi tentu, harus mahasiswi cantik yang akan saya apeli. Kalau misalnya harus ngapelin langit (mahasiswi paling jelek di kampusku) idih...sorry meriii... xixixi.. :P

Singkat kata saya memberanikan diri. Pukul dulu urusan belakangan. Saya datangi kost seorang mahasiswi yang wow, paling cantik di seantero negeri kampus ini. Mahasiswa cantik biasanya memang baik hati. Saya datang, disambut dengan senyuman. Maka lalu saya duduk dengan nyaman. Tapi eh, jadi bingung apa yang harus saya bicarakan. Lama tak ada ucapan, si doi menanyakan, "Mas, maaf, ada keperluan apa sebenarnya malam ini datang?"

Saya kaget, dan spontan menjawab, "Oh, maaf, rupanya kedatangan saya ke sini mengganggu ya?"

Emang cewek cantik nan baik hati, dia menjawab, "Bukan Mas, siapa tahu saja ada hal yang lupa. Mau pinjem buku atau apa kek. Kalau tidak ada ...."  Clep. tak dilanjutkan kata-katanya.

"Oh, bukan. Eh, maaf..saya tak hendak pinjem buku kok. Emm.. kalau menurutmu, saya ini ganteng nggak siech?" Saya asal saja bertanya, ketimbang tak ada yang dibicarakan.

"Ha.ha.ha.. ganteng sekali Mas, swer ewerewer.. mas itu ganteng sekali. Dan yakin dech, andaikan agak tinggian sedikit, saya pasti jatuh cinta sama Mas."

"Kurang hajar sekali cewek ini," pikir saya. Berani-beraninya dia ngejek saya cebol. Dipikirnya saya tak bisa bales apa?. Berpikir demikian, saya langsung pamit dan berkata, "Wow.. lha wong sependek ini saja saya tak akan naksir kamu, apa lagi kalau tinggian dikit. Uh, sorry ya, kenal saja saya males. Dah ya, saya ada tugas lain di rumah."

Saya pun langsung pulang. hiks.. :(

**

Lalu saya KKN. Tak ada waktu itu, KKN mendapat tempat di perkotaan. Semua pasti mendapat tempat di daerah margin. Maka demikian juga saya; mendapat tempat yang sangat jauh, hapir tak terlihat. "Apakah ini masih bagian dari Negara Indonesis?" begitu teman-teman sering meributkannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline