Pariwisata kini semakin dinamis. Berbagai pola dan fenomena dalam kegiatan wisata semakin berkembang seiring dengan berkembangnya zaman dan teknologi. Saat ini sudah banyak jenis-jenis kegiatan wisata yang diminati oleh wisatawan salah satunya ialah urban tourism atau wisata kota. Sementara Rodica (2005) dalam Garbea (2013) mendeskripsikan pariwisata kota sebagai hiburan di kawasan perkotaan, dimana masyarakat bisa mengunjunginya dan melakukan beragam aktivitas seperti berkunjung ke kerabat, bertemu dengan teman, menonton pertunjukan, pameran, berbelanja dan lain sebagainya. Berdasarkan definisi tersebut, urban tourism atau wisata kota merupakan kegiatan wisata yang dilakukan dalam lingkungan perkotaan dengan berbagai daya tarik atau atraksi di dalamnya.
Sejak berkembangnya mass tourism pada tahun 1960an, urban tourism atau wisata kota juga mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Berdasakran data yang dikeluarkan oleh IPK International pada tahun 2015, dalam kurun waktu tahun 2007-2014 terjadi kenaikan presentase jumlah perjalanan wisata kota sebanyak 82% dan perjalanan wisata kota menyumbang 22% dari jumlah keseluruhan kegiatan wisata. Data tersebut menunjukkan bahwa minat wisatawan terhadap wisata kota tak kalah tinggi dengan jenis kegiatan wisata lainya.
Salah satu tujuan wisata kota di Indonesia adalah Jakarta. Jakarta memiliki banyak destinasi wisata kota seperti monumen nasional, wisata kota tua, berbagai pusat perbelanjaan, dan masih banyak lagi. Namun, seperti yang kita ketahui, Jakarta merupakan salah satu kota metropolitan terbesar di dunia yang sedang menghadapi berbagai isu keberlanjutan. Apakah wisata kota di Jakarta akan bertahan di masa depan?
Saat ini, Jakarta tengah menghadapi berbagai isu keberlanjutan khususnya isu-isu pada aspek lingkungan. Seperti yang kita ketahui, Jakarta merupakan salah satu kota dengan polusi terparah. Dikutip dari CNN Indonesia (2019), Jakarta menempati posisi 4 sebagai kota paling berpolusi di dunia pada tahun 2019. Hal tersebut terjadi dikarenakan banyaknya jumlah kendaraan dan industri yang berada di kota tersebut. Adakah hubunganya dengan pariwisata?
Salah satu elemen dasar dalam melakukan kegiatan wisata ialah adanya layanan akomodasi. Jakarta memiliki layanan akomodasi yang sangat lengkap mulai dari transportasi hingga penginapan. Pada tahun 2020, DKI Jakarta memiliki jumlah penginapan sebanyak 991 dengan rincian 397 hotel merupakan hotel bintang, sementara sisanya 594 merupakan hotel non bintang (BPS, 2021).
Dari segi transportasi, Jakarta memiliki moda transportasi umum yang cukup lengkap seperti KRL, MRT, LRT, Busway, hingga moda transportasi online. Selain itu, berdasarkan data yang dikeluarkan oleh BPS, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara pada tahun 2019 di DKI Jakarta mencapai sekitar 2,5 juta wisatawan. Sekitar 98% wisman yang berkunjung ke Jakarta masuk melalui Bandara Soekarno Hatta. Bandara Soekarno Hatta sendiri menjadi salah satu bandara tersibuk yang ada di dunia.
Sebagai pusat bisnis dan destinasi wisata, Jakarta menjadi kota yang memiliki mobilitas yang sangat tinggi. Hal tersebutlah yang menyebabkan Jakarta menjadi salah satu kota termacet di dunia. Jumlah kendaraan pribadi yang lebih banyak dibandingkan dengan kendaraan umum menjadi penyebab terbesar dari adanya macet tersebut. Oleh karena itu, tak heran jika Jakarta menjadi salah sau kota paling berpolusi di dunia. Selain itu, banyaknya hotel dan pusat perbelanjaan juga berkontribusi terhadap buruknya polusi yang ada di Jakarta
Selain itu, terdapat isu yang sedang hangat dibicarakan oleh masyarakat yaitu prediksi Jakarta akan tenggelam pada tahun 2050. Hal tersebut bisa saja terjadi karena berdasarkan penjelasan di atas, Jakarta memang berpotensi untuk mengalami kenaikan permukaan air laut yang cukup signifikan sebagai akibat dari polusi yang muncul dari banyaknya jumlah kendaraan serta industri yang ada termasuk industri pariwisata. Perlu diketahui bahwa industri pariwisata berkontribusi 4,6% terhadap terjadinya pemanasan global (Indo Ecotourism, 2016).
Akankah urban tourism di Jakarta bisa bertahan di masa depan? Masalah-masalah di atas akan terus ada jika pemerintah dan pelaku wisata lainya masih belum serius menanggapi isu keberlanjutan dalam industri pariwisata. Oleh karena itu, sudah seharusnya aspek keberlanjutan dalam pariwisata menjadi prioritas bagi pemerintah dan pelaku wisata lainya agar pariwisata juga bisa memberikan dampak yang positif bagi lingkungan dan alam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H