[caption id="attachment_273549" align="alignnone" width="467" caption="tak ubahnya malaikat "][/caption] Suatu ketika saya berkesempatan mengunjungi kota Bandung, kota yang dengan segala ke-khasannya telah menjelma menjadi pusat macet saat liburan. Tak salah memang, sebab Bandung adalah kota yang terkenal dengan hawa sejuknya, kota priangan (parahyangan atau tempat tinggal para dewa), musisi handalnya, neng geulisnya, sampai usaha kreatifnya merangsang animo masyarakat datang menengoknya. Bicara tentang Bandung seakan tak ada ujungnya, selalu ada saja cerita oleh orang yang sempat datang melihatnya. Karena ini kunjungan saya yang pertama, dibumbuhi certia fantastis orang sekitar, tak berlebihan saya menjadi heboh sendiri. Menginjakkan kaki di stasiun Bandung, setelah menempuh perjalanan dengan kereta argo parahyangan dari jakarta selama 3 jam, menimbulkan perasaan meluap-luap. Sangat bahagia. Saya sempat berpikir, sudah beragam kota yang saya kunjungi namun entah kenapa di kota ini saya begitu gempar. Seakan ada sesuatu yang baik dan besar sedang menunggu di depan sana. Masuk ke dalam kota, menelusuri sudut-sudut sampai kedaerah bukit di Bojongkoneng, pengalaman luar biasa belum saya dapatkan. Malah cenderung biasa saja. Bandung tidak seglamour yang dibicarakan ternyata. Jalan masih banyak yang berlubang, sampah masih bertebaran, dan macet sama saja di kota lain. Hanya satu yang membuat mata tetap segar, sebab mata selalu diteduhkan oleh neng geulis Bandung. Kata teman saya, sejauh mata memandang selalu terlihat karya tuhan yang paling indah. hehe Bandung menurut saya memang selalu menjadi pionir bagi ide-ide kreatif dalam berbagai bidang, terlebih untuk dunia hiburan dan fashion bahkan makanan. Industri kreatif bertebaran dimana-mana, mulai dari industri rumahan sampai pabrikan yang telah mempunyai nama di kancah internasional. Jangan tanya untuk industri fashionnya, factory outlet (distro) sejak embrio sampai sekarang lahir dan besar di kota ini. Dalam sejarahnya, Kota Bandung di tahun 1920-1925 disebut sebagai Paris Van java. Sebutan ini dimulai ketika diadakan bursa tahunan (jaarbeurs) seperti pasar malam dengan beraga acara dan tontonan. pertunjukan teater, sandiwara memenuhi malam-malam di setiap bulan Juni-Juli. Namun tidak hanya itu, sebuah jalan di Bandung Tempo Doeleo memang menjadi pusat belanja dan tempat memajang pakaian model terbaru dari Paris. Jalan ini dikenal dengan Jalan Braga. Suasana gemerlap yang penuh hiburan dan pertunjukan ini cikal bakal Bandung disebut sebagai Kota Paris yang ada di Tanah Jawa. Namun penataan kota oleh pemerintah masih jauh dari kata maksimal. Entahlah dengan terpilihnya Walikota Bandung yang baru, Ridwan Kamil. Ekspektasi orang besar terhadap beliau. Termasuk saya. Apalagi dengan background arsitek dan karyanya yang sudah tidak diragukan, harapan masyarakat menjadikan Bandung kota yang nyaman, sangat besar. Menjelang malam setelah puas berkeliling, kami beranjak kembali ke Jakarta. Kami memutuskan pulang dengan menyewa mobil, karena bisa lebih bebas. Masih bisa singgah di beberapa tempat, apalagi Cibaduyut belum kami kunjungi. Tanggung. Nama drivernya Pak Ade, sopan, dibekali rambut yang telah beruban, dan rokok yang selalu ditangan senyum selalu tersungging di wajahnya. Sangat bersahabat, dan beliau dengan senang hati menunjukkan tempat yang nyaman dikunjungi, bahkan sampai ke Cibaduyut yang harus ke arah lain dulu sebelum masuk pintu tol Cipularang. Sesampai disana dan puas berkeliling saya kembali ke mobil. Pak Ade dengan sigap membantu memasukkan beberapa barang. Agak canggung juga rasanya, dibantu orang yang mungkin seusia ayah saya. Karena teman belum kembali, kami berdua memesan kopi sekaligus sedikit menghangatkan tubuh yang mulai rewel setelah berjalan seharian. Dibalik keriput muka dan rambut putihnya, Pak Ade ternyata orang yang sangat humoris. Perut saya sampai melilit mendengar leluconnya. Sampai kopi kami tinggal setengah beliau mulai berganti topik cerita, sambil menghisap rokok kreteknya dalam-dalam, beliau bertanya "apa ibu dan bapak masih ada?". Sempat berpikir beberapa saat, saya langsung menjawab, "alhamdulillah, beliau berdua masih sehat-sehat. Dan tanpa basa-basi, beliau menyambung kalimat saya tadi "jangan pernah menyakiti hati beliau". Sesalah apapun, mereka adalah orang yang telah berjasa membuatmu ada. Kamu yang sekarang, bagaimanapun argumenmu, tidak mampu berdiri tegak tanpa beliau. Apalagi ibu, karena menurut tuhan nama ibu disebut tiga kali sebelum nama ayah, ibu adalah orang yang paling berjasa dalam hidupmu. Usaha dan hidupmu tidak akan beberkah tanpa sebait doa ibu. Karena doa dalam sujudya kamu mampu menjalani hidupmu, mencari rezekimu, bahkan menemukan jodohmu. Ibu adalah awal dan jawaban dari segala doa. Kalo kamu pulang segera datangi ibu, cium tangannya, kalau perlu minum air dari basuhan kakinya. Tutup Pak Ade dengan menatap saya tajam, tepat ketika teman telah datang dengan barang belajaannya. Terima kasih pak Ade, sebab tak ada kata lain yang mampu saya ucapkan, hati saya ngilu. Ada sesuatu yang membasahi rongga dada, entah apa itu, tapi tiba-tiba saya rindu ibu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H