Lihat ke Halaman Asli

Saiful Hijam

Masih mahasiswa yang sedang belajar

Adat Brokohan, Salah Satu Hasil Kesepakatan Ulama dengan Penghuni Gunung Tidar

Diperbarui: 6 April 2017   23:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Brokohan atau biasa disebut dengan Barokaan (Barokah) adalah adat orang jawa dalam memperingati hari pertama dalam kelahiran bayi. Adat terlahir dari masa yang sangat lama. Bahkan ada yang menyebutkan adat ini dimulai dari zaman Syekh Subakir, seorang wali yang ditugaskan oleh raja pada masa pemerintahan Utsmaniyah untuk membersihkan tanah jawa dari bangsa jin, agar kelak tanah bisa di tempati oleh manusia. Dalam proses yang dilakukan oleh syekh Subakir, beliau menancapkan sebuah batu hitam yang sudah diberi rajah dan menancapkannya tepat di tengah gunung tidar magelang yang dianggap sebagai pusat dari para jin. 

Ketika batu tersebut memancarkan cahay yang panas bagi para jin, akhirnya mereka lari tunggang langgang meninggalkan gunung tersebut. Ada yang pergi ke arah barat dan ada yang pergi ke arah timur. Kejadian ini berlangsung selana tiga hari tiga malam, yang akhirnya pembesar dari golongan mereka, yakni Sabda Palon merasa terusik dengan hawa panas yang dirasakannya. Sabda Palon pu menemui Syekh Subakir dan menanyakan apa tujuan ditancapkannya batu hitam tersebut hingga mengusik para jin. 

Syekh Subakir mengatakan bahwa beliau hendak mengusir jin-jin dan roh jahat yang hendak mengganggu penyebaran agama islam di tanah jawa. Terjadi perdebatan antata syekh dan sabdo palon karena masalah tersebut, yang menyebabkan mereka mengadu kekuatan. Kejadian ini terjadi hingga 40 hari 40 malah. Sabdo palon mengalami kuwalahan menghadapi syekh dan akhirnya mereja membuat perjanjian yang isinya :

1. Sabdo palon memberikan kesempatan kepada para ulama untuk menyebarkan agama islam, tapi tidak dengan memaksa.

2. Sabdo palon memberikan kesempatan untuk berkuasa (menjadi raja-raja) dengan syarat tidak meninggalkan adat istiadat dan budaya yang ada. Silahkan ajarankan islam dengan kitab yang diyakini, tapi biarlah adat dan budaya berkembang sedemikian rupa.

Syarat-syarat ini akhirnya di setujui oleh Syekh Subakir menyetujuinya.

Dalam cerita diatas disebutkan bahwa adat yang ada biarlah berkembang sedemikian rupa. Ini merupakan sebuah perjanjian seorang ulama yang sepatutnya tetap dijalankan oleh masyarakat sekarang sebagai amanah. Masyarakat pada saat ini dirasa kurang tepat apabila perjanjian yang sudah dilakukan oleh orang yang pertama kali membuka tanah jawa, diabaikan begitu saja. Untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak dinginkan terjadi pada kita dan sanak saudara dari gangguan para jin jahat, sepatutnya untuk tetap menjalankanya.

Brokoan adalah salah satu adat yang masih dijalankan masyarakat jawa sampai saat ini. Brokoan merupakan acara peringatan lahirnya bayi di hari pertama. Mengapa dikatakan pertama ? Karena acara yang akan dijalani masih banyak, dan dalan adat jawa, acara tersebut memiliki sebutan sendiri-sendiri. Disamping itu, proses pembuatan nama juga dilakukan pada saat ini. 

Setelah bayi mencapai umur lima tahun, acara yang dilakukan adalah "Sepasaran", acara ini sebagai peringatan untuk tali pusar bayi yang sudah lepas dari perutnya. Perayaan ini biasanya diisi dengan membaca Al-Barjanji atau Manaqib Syekh Abdul Qodir al-Jailani. Setelah bayi mencapai umur 36 hari, acara yang dilakukan adalah "Selapanan" atau "Gebyak Senden". 

Acara ini dilakukan sebagai bentuk perayaan untuk ibu dari jabang bayi yang sudah selesai dalam masa "senden", yaitu masa dimana ibu jabang bayi harus selalu menyandarkan badannya ke tembok atau kayu yang diposisikan agak doyong. Acara selanjutnya adalah "Telon-telon", acara ini dilakukan pada saat bayi berumur 5 bulan, atau bayi sudah bisa tengkurap. Lalu "Piton-piton", acara ini dilakukan ketika bayi berumur 9 bulan. Dan perayaan yang terakhir adalah "Setahunan", yakni acara yang dilakukan pada saa bayi berumur 1 tahun, atau bayi sudah bisa berjalan.

Acara ini biasanya diisi dengan "gendorenan" atau dalam islam dinamakan dengan shodaqohan. Gendorenan adalah suatu hidangan yang disajikan pada akhir acara, hidangan ini biasanya berupa nasi, ikan ingkung, sayur urap, mie goreng, sambal goreng, dan "Iwel-iwel". Iwel-iwel adalah jajanan yang menjadi ciri khas untuk peringatan yang berhubungan dengan bayi. Karena pada dasarnya iwel-iwel di ambil dari kata "liwaliwalidaiya" yang artinya untuk orang tuaku, ada yang menyebutkan "lahaula wala quwata illa billah". 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline