Lihat ke Halaman Asli

Pemimpin Harus Komunikatif

Diperbarui: 17 Mei 2022   13:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Prihatin. Itulah kata yang patut kita ucapkan atas kondisi kelangkaan pemimpin yang komunikatif di Indonesia saat ini. Memang, banyak pemimpin yang muncul. Tapi, yang mampu berkomunikasi dengan publik sangatlah minim. Bahkan, sebagian besar cenderung menutup diri dari rakyat atau membuat sekat yang tebal terhadap masyarakat.

Oleh karena itu, kita harus berupaya agar pemimpin sekaligus komunikator itu segera muncul. Salah satu caranya adalah kita belajar tentang pemimpin yang ideal, khususnya dalam hal berkomunikasi. 

Dengan skill itu, pemimpin yang kita dambakan itu akan mampu pula mengomunikasikan semua program yang akan dia jalankan demi kesejahteraan rakyat. Atau bahkan, siapa tahu salah satu dari kita bisa jadi pemimpin yang komunikatif tersebut.

 

Empat kriteria

Paling tidak, ada empat kriteria pemimpin yang komunikatif. Tolok ukur pertama adalah jujur. Kalau dalam istilah orang Jawa, pemimpin itu adalah orang yang bisa digugu dan ditiru orang banyak sebab segala ucapan dan tindakannya sinkron dengan hati nuraninya. Apa pun yang dilakukannya, maka itulah kata hatinya. Bukan mendua atau berstandar ganda. Tidak pula lain di bibir lain di hati.

Kriteria ini menjadi penting sekali, apalagi untuk saat ini. Karena, yang banyak berkembang di ranah publik adalah curiga. Itu semua sebagai akibat dari ketidakjujuran pemimpin di masa lalu. 

Misalnya, sang pemimpin dengan suara lantang berseru, "Mari kita biasakan hidup sederhana." Kalimat itu selalu diucapkan di berbagai tempat dan kesempatan bertemu dengan rakyatnya.

Tapi, bagaimana pelaksanaan hidup sederhana itu dalam keluarga pemimpin itu sendiri? Ternyata sangat jauh dengan nasihat yang dia dengung-dengungkan tadi. 

Buktinya, dia membiarkan anak cucunya menghambur-hamburkan uang di arena balap mobil, olah raga menembak dengan peralatan yang harganya ratusan juta, dan lain-lain. Itu semua sama sekali tidak mengakar di masyarakat. Bahkan, sang pemimpin sendiri dengan pongahnya mengadakan syukuran ulang tahun dengan perayaan yang gemerlap, gebyar, dan mubazir.

Tentu saja, rakyat yang dipimpinnya hanya tersenyum sinis melihat kontrasnya kata dan perbuatan pemimpinnya itu. Lama-lama rakyat tidak menaruh hormat lagi. Bahkan, akhirnya timbul rasa benci pada sang pemimpin. Kalau sudah demikian, maka tunggu saja kehancuran sang pemimpin.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline