Lihat ke Halaman Asli

Saiful Anam

Analis Hukum Tata Negara, Politik dan Pemerintahan

Magnet Jabatan Publik

Diperbarui: 10 September 2019   11:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bukan karena tahun politik atau karena musim Pileg/Pilpres maupun pergantian pimpinan dalam struktur organisasi Pemerintahan baik pusat maupun daerah. Akan tetapi soal daya tarik dan magnet untuk menduduki jabatan-jabatan publik dalam Pemerintahan di Indonesia yang kian hari semakin banyak peminatnya, bahkan boleh dikata tidak berimbang antara formasi jabatan dengan peminatnya dan pendaftarnya.

Aura daya pikat jabatan publik tidak hanya menyilaukan bagi kalangan politisi an sich yang memang dalam kesehariannya bergelut dengan politik dan sudah mendarah daging dalam setiap hempasan nafasnya. 

Kini hal tersebut telah bergeser, dan tidak hanya bagi politisi, bahkan bagi kalangan profesionalpun seperti Dokter, Pengacara, Guru, Pegawai Negeri maupun Swasta, bahkan Artis dan Pengusahapun larut dalam buaian Jabatan Publik, sehingga tidak jarang mereka-merekapun ikut dalam pertarungan dan kontestasi dalam memperebutkan Jabatan-jabatan Publik baik yang bersifat elected maupun appointed di Indonesia.

Sebagian dari mereka bahkan merelakan untuk meninggalkan pekerjaan/profesi utamanya baik sebagai profesional maupun pekerjaan lainnya hanya untuk mengejar jabatan-jabatan publik yang dianggap strategis dan prestisius yang dapat merubah status dan strata sosial di masyarakat dari yang sebelumnya sebagai masyarakat biasa menjadi pejabat publik yang memiliki kewenangan besar menurut peraturan perundang-undangan yang mengaturnya.

Bukan rahasia umum bagi seseorang yang telah bergelimang dan mapan dari segi financialpun masih berkeinginan untuk menduduki jabatan-jabatan penting dalam Pemerintahan, tentu motif dan tujuannya berbeda-beda sesuai kata hati sanubarinya masing-masing, ada yang memang berkeinginan untuk mengabdikan dirinya demi kemajuan bangsa dan Negara, namun tidak jarang pula yang hanya ingin mencari kekuasaan dan ketenaran untuk kepentingan diri sendiri dan golongannya, sehingga tidak jarang bagi yang demikian pada akhirnya terjerumus pada jurang Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN).

Pada kenyataan dilapangan tidak sedikit pula yang rela mengeluarkan dana yang tidak sedikit, hanya demi memikat popularitas publik, bahkan dengan cara apapun termasuk kalau perlu dengan cara money politic hanya untuk memuluskan keinginannya untuk menduduki jabatan publik yang ditujunya. 

Selain kadang jumlah yang harus dikeluarkan untuk pemenangan secara kasat mata lebih besar dari jumlah gaji ataupun honorarium yang akan didapat setelah yang bersangkutan resmi menjabat. 

Akan tetapi sebagian dari mereka rela mengorbankan segalanya hanya untuk menduduki jabatan publik. Tentu hal yang demikian tidak semua dilakukan oleh sang pengejar jabatan publik, akan tetapi hampir dari sebagian besar calon pejabat publik apalagi yang dipilih langsung oleh rakyat mengatakan ongkos politik di Indonesia tidaklah murah.

Selain itu pula tidak jarang calon kontestan guna menggapai keinginnannya untuk menduduki jabatan publik menggunakan cara apapun dengan menghalalkan segala macam cara, saling sikut-sikutan, saling menjatuhkan, kampanye hitam, sara, hoax dan lain sebagainya yang tidak lain dan tidak bukan hanya untuk mencapai tujuan yang diinginkannya yakni menduduki jabatan yang diinginkannya. 

Kondisi yang demikian semakin diperparah dengan tidak adanya kesadaran dari masing-masing kontestan bahwa atas perbuatannya merupakan bagian dari pendidikan politik yang tidak baik yang akan berimbas kepada masa depan bangsa dan Negara, artinya bagaimana mungkin pemimpin yang menghalalkan segala akan dapat memimpin dengan baik ketika menduduki jabatan penting dalam bernegara.

Pertanyaannya adalah salahkah memperebutkan jabatan ? Untuk menjawab hal tersebut gampang-gampang susah, mengingat pada kenyataannya dalam diskusi-diskusi dan referensi tentang Jabatan dan Kekuasaan seringkali terdapat 2 (dua) pandangan besar yang melatarbelakanginya, pandangan yang Pertama menyatakan bahwa Jabatan dan Kekuasaan tidak perlu untuk diperebutkan, oleh karena jabatan merupakan amanah yang menuntut adanya pertanggungjawaban. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline