Dalam beberapa kesempatan Presiden Joko Widodo mengaku pusing lantaran sulitnya mengurusi banyaknya peraturan yang berlaku mulai dari tingkat pusat hingga daerah.
Selain itu menurut beliau banyaknya aturan menyebabkan tumpang tindih antar yang satu dengan yang lainnya, sehingga mengakibatkan mempersulit pembangunan, apalagi juga menurut beliau kewenangan pembatalan Perda sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi, sehingga menyulitkan Pemerintah untuk mengontrol regulasi yang bermasalah didaerah.
Untuk itu Presiden meminta kepada Gubernur, Bupati dan DPR agar jangan terlalu banyak membuat aturan yang malah mempersulit pembangunan.
Secara sederhana kita dapat memahami beban psikologis yang dihadapi Presiden sebagai kepala negara dan pemerintahan berkaitan dengan banyaknya regulasi yang saling tumpang tindih antar satu dengan yang lainnya, sehingga pada akhirnya rentan menghambat percepatan dalam upaya pembentukan kebijakan (policy) dalam rangka pembangunan nasional.
Tidak Mudah
Namun hal itu tentu tidak sesederhana dalam rangka penanganannya, apabila kita lihat dari perspektif bangunan negara yang secara konstitusional yang telah memilih konsep negara hukum sebagai acuannya (Pasal 1 ayat (3) UUD 1945), sehingga dalam tataran praktis dilapangan hukum menjadi panglima dalam penyelenggaraan kehidupan negara atau ketertiban, dan menyelenggarakan kesejahteraan sosial.
Dalam konsep kekuasaan negara yang bertumpu pada asas otonomi, juga memungkinkan bagi pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahannya dengan menetapkan peraturan daerah dan peraturan lainnya sesuai dengan kekhususan dan keistimewaan daerah yang bersangkutan.
Selain itu apabila melihat jenis dan hierarki Peraturan Perundang-Undangan yang diakui dan mempunyai kekuatan hukum mengikat, hampir seluruh lembanga negara dari mulai Presiden, DPR, Menteri, hingga Kepala Desa, dapat membentuk peraturan perundang-undangan sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi atau didasarkan kewenangannya, hal yang demikian sering dikenal dengan Peraturan Delegasi (delegated legislation).
Pada kenyataannya, seringkali banyak ditemui disharmonisasi hukum tidak hanya antara peraturan yang lebih rendah yang cenderung bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, akan tetapi juga banyak peraturan yang setingkat dan sejajarpun kadang saling bertolak belakang sehingga menimbulkan penafsiran-penafsiran yang luas dalam pelaksanaannya, yang pada akhirnya kepastian hukum dan keadilan hukum tidak tercapai dengan maksimal.
Jalan Keluar
Terdapat beberapa hal munurut pandangan penulis guna mengantisipasi terhadap berkembangnya regulasi yang saling tumpang tindih dan bertentangan antar satu dengan yang lainnya. Pertama, mengurangi Peraturan Delegasi (delegated legislation).