Lihat ke Halaman Asli

Mau Dibilang Syiah Kek? Sunni Kek? Wahabi Kek? Kamu Sendiri Apa Yah?

Diperbarui: 12 Desember 2017   01:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mengapa yah? Belakangan ini kita semakin ditarik mandor ke belakang gawang. Sedikit-sedikit si Anu menuding si Ani syiah, si Ani menuding si Ina wahabi, si Ina menuding si Ono liberal. 

Untungnya si Ono cuman menjawab dan malas menuding, Alhamdulillah, gini-gini aku ono agama dan kepercayaan loh! dibanding sampean yang sekedar dahar or mangan taklidan buta. 

Gini-gini aku ngaji loh dari kakek aku, kakek aku ngajinya dari kakeknya kakek aku, kakeknya kakek aku ngajinya dari kakeknya kakek-kakek aku, dan seterusnya, kek kamu nuding-nuding aku kek wahabilah, kek syiahlah, yang penting bukan kek kucing garong.

Si Ono cekikikan sendiri dengan penggunaan kata kucing garong yang keceplosan, sambil memperbaiki bibir, ia berkata; aku bukan kucing garong loh, karena sebelum diajarkan tentang Islam, kakekku terlebih dahulu mengajarkanku adab dan akhlak. Kata beliau sih, adab dan akhlak itu landasan Islam dan pintu gerbang pembuka rahmatan lil aalamiin. 

Tanpa akhlak dan adab, maka keislamanmu dan apa saja yang kamu pelajari tentang Islam itu justru bisa menjadi halakun lil aalamiin (kehancuran bagi sekalian alam), maka perbaikilah akhlakmu. Si Ono baru sadar sambil ngangguk-ngangguk, pantas saja kakeknya selalu memberikannya tugas tambahan untuk menimba air di sumur, memijat kaki, menjaga kambing-kambing sang kakek, dan menjaga kebunnya. Ternyata itu latihan kematangan adab dan akhlak yah kek?

Si kakek hanya senyum-senyum sambil berkata, jika kamu sudah biasa beradab dan berakhlak yang baik kepada guru, benda-benda, tanaman, bahkan kambingpun, niscaya kamu akan mampu beradab dengan baik kepada semua manusia yang berbeda latar belakang tanpa harus menuding dan menyalahkan orang, etnis, budaya, golongan, mazhab, dan agama lain. 

Si Ono dengan lugunya bertanya, bukannya selain agama islam itu kafir? Sang kakek tersenyum dan menjawab, jika al-quran sebagai akhlakmu, maka bangunkanlah akhlakmu dengan al-quran dengan prinsip dasar:

'Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani, dan orang-orang Sabiin, siapa saja (di antara mereka) yang beriman kepada Allah dan hari akhir dan melakukan kebajikan, akan ada pahala bagi mereka di sisi Tuhan mereka, tidak ada rasa takut pada mereka, dan mereka tidak bersedih hati.' (Q.S. Al-Baqarah, 62).

'Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan orang-orang Yahudi dan Sabiin dan Nasrani, barangsiapa beriman kepada Allah, hari akhir dan berbuat kebajikan, maka tidak ada rasa khawatir padanya dan mereka tidak bersedih hati.' (Q.S. Al-Ma'idah, 69).

'Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang dengan ikhlas berserah diri sepenuhnya kepada Allah, sedang dia mengerjakan kebaikan, dan mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah telah memilih Ibrahim menjadi kesayangan (-Nya).'(Q.S. An-Nisa ', 125).

Shadaqallahul 'adziim, dengan demikian tidak akan ada kebencian di hatimu terhadap orang, kelompok ataupun agama lain tanpa ada alasan yang jelas. Si Ono hanya berkata, ooh gitu yah kek? Indahnya ajaran itu, tapi kok bisa yah dalam agama islam itu sendiri terjadi rebut-ributan dan jontos-jontosan antara si syiah ama si sunni dan lain-lain? 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline