Lihat ke Halaman Asli

Said Kelana Asnawi

Dosen pada Institut Bisnis dan Informatika Kwik Kian Gie

Belajar Manajemen dari Sepak Bola

Diperbarui: 20 Juli 2019   09:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pistonclasico.com

Olahraga sepakbola, selain menyenangkan untuk ditonton, sebenarnya mengandung banyak pelajaran manajemen dari pelaku utamanya.  Olahraga ini merupakan bisnis  besar, bernilai triluyunan rupiah, setara dengan sebuah  perusahaan besar di pasar modal. Karenanya pengelolaan sebagai entitas bisnis dapat kita pelajari dari sepakbola.  Beberapa diantaranya sebagai berikut:

Pertama: Pendekatan Humanis
Bisnis sepakbola ini bukanlah 'mesin' tetapi menyangkut sisi relasi manusia.  Karena itu, secara mengesankan Alex Ferguson, mengetuk pintu rumah Ryan Giggs untuk mengucapkan selamat ulang tahun ke 14.  Dan Giggs mencatat sejarah hidupnya sebagai pesepakbola bertalenta, meraih banyak gelar juara.   Hal yang sama, dilakukan oleh Kevin Keagen terhadap Alan Shearer (goal getter kondang Newcastle), yang membujuk bergabung dengan alasan Alan adalah kelahiran Newcastle. 

Cerita ini menunjukkan pentingnya seorang pemimpin untuk melakukan relasi personal kepada karyawan, terutama jika bisnis yang dilakoni adalah industry kreatif; dan juga pendekatan 'primodial' terbukti dapat menjadikan suasana 'cair' sehingga terjadilah sinergi.  Unsur humanis ditunjukkan oleh Mourinho dengan memberi kesempatan pada Rooney untuk menjadi legenda pencetak gol terbanyak MU.  

Di usia 'menyenja' seharusnya Rooney tak akan dapat menorehkan sejarah.  Namun, Mourinho, adalah orang 'baik' memberi jalan/kesempatan agar sesuatu yang menjadi 'kenangan indah' dapat terealisasi. Dengan sabar, kesempatan yg bisa saja ditutup,  justru dibukanya. Untuk hal ini; kita perlu belajar dari Mourinho; jika ada seoarang/bawahan yang mungkin bisa dibantu 'menemukan prestasi' bantulah dengan cara yang fair.

Dua Kapten Klub dengan Pendekatan Humanis/sumber: bbc.co.uk

Kedua: Disiplin
Dikabarkan bahwa Sir Alex tidak pernah datang terlambat ke tempat latihan.  Demikian pula Ronaldo selalu menjadi orang pertama hadir.  Beckham berlatih khusus tentang tendangan bebas (pisang) berjam-jam/hari.  Disiplin dan niat baik untuk berprestasi, merupakan kunci keberhasilan.  Baik Ronaldo, Beckham dan klub (perusahaan) menikmati bagi hasil yang memuaskan.  Perlu diingat; setelah berprestasi, mesti ada bagi hasil yang membanggakan

Ketiga: Kesetiaan
Jika selalu ada jargon, karyawan adalah asset utama perusahaan, maka dalam sepakbola tampaknya bisa diambil contoh.  Beberapa pemain hanya mengenal satu klub, di tengah badai iming-iming pindah klub.  Ikatan hati, dan peran yang dapat diberikan serta kompensasi memadai merupakan simbiosis mutualisma.  Setelah pensiun sebagai pemain, merekapun berkarir di klubnya.  Ada banyak simbiosis yang masih dapat dilanjutkan. 

Keempat: Kepentingan bersama
Kepentingan bersama adalah terjemahan 'ngasal' untuk the right man on the right place.  Biasanya pelatih memiliki kesukaan pada pemain untuk posisi tertentu.  Sebagai contoh, Beckham dilatih secara khusus untuk tendangan bebas; walaupun sebenarnya pada masa kanak-kanaknya ia adalah pemenang lomba 'skill' bola.  Di dalam perusahaan, agak sulit memindahkan orang pada pekerjaan lainnya, dengan alasan bermacam-macam.  Hal ini tidak sepenuhnya dapat dibenarkan

Kelima: Tegas dan Berteman
Tak ada yang lebih besar dari Klub [organisasi]; lalu semua yang membangkangnya akan ditendang!. Begitulah salah satu filosofi Sir Alex Ferguson (SAF) sewaktu menjadi manajer. Lalu Stam; Bechkam, Keane dan hampir saja sang legenda 'Rooney' ditendang. Namun, SAF juga menyelamatkan nyawa 'anak'nya dimana dia melindungi Beckham [insiden 1998, beckham menendang Simione] dan Ronaldo [2004, insiden meminta Rooney dikartu merah oleh wasit].  Di bawah tekanan seluruh fans MU-Inggris agar keduanya dijual; namun SAF tak pernah memenuhinya!

Yang kita dapat pelajari dari SAF, sebagai manajer adalah penguasa, dan memiliki kehendak untuk berkuasa. Sebagai bawahan, tugas kita adalah mendukung bos untuk mencapai visi-misinya. Subordinate [pembangkangan tidak diperkenankan]; 'nakal' sedikit mungkin boleh. Jika tidak setuju, sebaiknya tidak menjadi bawahan. Mereka yang ditendang SAF, tetap dapat berkarir dengan baik, dan begitupun MU yang ditinggalkan tetap gemilang.

Sebagai manajer, jadilah pengayom bagi bawahan. Ada kalanya bawahan mengalami masa sulit/nakal; baik sengaja ataupun kecerobohan; namun masih menimbang adanya potensi yang sangat besar dari bawahan tersebut untuk berkoroborasi. 

Jangan biarkan dia menghadapi sendiri sehingga frustasi. Atasan-bawahan itu sebenarnya cuma patron organisasi, tetapi yang lebih tepat adalah bekerjasama dan pertemanan. Untuk hal ini saya teringat perkataan teman sebagai berikut: saya memilihmu karena kamu adalah teman saya. Kita bekerjasama dalam pertemanan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline