Di sosial media, bergulir rangkaian foto suasana kerja para karyawan di kantor Google seperti kantor piknik, banyak mainan dilengkapi makanan dan gaya kerja santai.
Dengan kantor seperti itu ternyata Google menjadi ternama untuk urusan di bidangnya. Google juga merupakan perusahaan yang meraih keuntungan dengan harga sahamnya berkisar US$ 612 per lembar atau dengan kurs Rp 14.000 per dolar AS setara dengan Rp 8,6 juta juta per lembar.
Di Jerman, jam bekerja konon lebih pendek, hanya berkisar tujuh jam, namun dengan iming-iming tidak sempat berselancar ria di dunia maya. Kedua contoh di atas hanya sekadar menunjukkan bagaimana produktivitas dihasilkan dengan cara yang tidak lazim.
Jauh sebelumnya, teori ekonomi klasik mengenalkan konsep diminishing marginal product (DMP). Dalam pengertian sederhana, tingkat output (produktivitas) bekerja akan bertambah namun dengan tambahan semakin kecil hingga jenuh. Untuk menghindari konsep DMP ini maka fungsi produksi ini harus dikurangi. Caranya dapat melalui dua hal yakni, pertama, menginjeksikan teknologi sehingga terbentuk fungsi yang baru; atau kedua, sengaja memutus fungsi produksi dan akhirnya juga membentuk fungsi baru.
Cara pertama adalah pemanfaatan instrumen/tool yang berguna bagi produksi. Cara kedua, secara sederhana dapat diartikan 'istirahat'. Beberapa informasi menunjukkan istirahat siang, bahkan tidur sejenak, dapat menyegarkan dan meningkatkan produktivitas. Kedua cara itu pada dasarnya akan menghasilkan hal yang sama yakni: fokus pada pekerjaan/hasil.
Meningkatkan Daya Saing
Produktivitas harus diartikan dalam ukuran per satuan waktu. Motivator menyatakan kita memiliki waktu yang sama, tetapi ada orang yang mampu melakukan lebih banyak. Salahkah yang melakukan lebih sedikit? Hemat saya belum tentu!
Untuk kota seperti Jakarta, dimana kemacetan kadang membuat segala sesuatunya tidak berjalan normal maka produktivitas orang sudah tergerus karena suasana stres itu. Kebetulan saya pernah ditanya seorang manajer sumber daya manusia, apa kunci sukses bagi seorang pengajar, dan saya mengatakan: karena pekerjaan seorang pengajar itu masuk katagori industri kreatif dan dia dapat melakukan di mana saja, maka karena jalanan kadang membuat semua aktivitas terganggu, berilah dia sedikit kebebasan waktu dan tentukan saja target yang diperlukan.
Seperti Google yang mengacu pada industri kreativitas, maka unsur-unsur kreativitas itu harus dipenuhi dari banyak situasi waktu dan tempat. Jika jam kerja dan tempat kerja tidak dibatasi sebenarnya kita membuka peluang lebih banyak waktu untuk bekerja dan berharap produktivitas dapat meningkat. Itulah sebabnya banyak orang yang memilih nongkrong di kafe dan/ atau berkantor di mobil atau ruangan bebas seraya menggunakan laptop untuk suatu pekerjaan yang dapat diselesaikan.
Berbagai pihak yang bekerja sering terikat pada aturan jam kerja. Produktivitas mereka sering diartikan pada pemenuhan jam kerja. Produktivitas di sini ukurannya rentang waktu, walaupun tidak banyak pekerjaan produktif. Prof Rhenald Kasali, guru besar manajemen menyindir kelompok ini, bahwa bekerja di Indonesia itu enak, masih sempat sibuk dengan facebook atau aktif di sosial media. Hal ini tidak bisa ditemukan di luar negeri.
Untuk hal ini sebenarnya kesalahan dapat bersumber dari dua hal yakni perusahaan dan si pekerja itu sendiri. Perusahaan yang menciptakan suasana itu, dan pekerja juga yang tidak memiliki etos kerja yang lebih.
Bagi pekerja, sebaiknya, dia perlu memperbaiki etos kerjanya untuk kepentingan dirinya dan juga perusahaan. Dia dapat menyambikan waktu kosong itu untuk suatu yang bermanfaat.