Lihat ke Halaman Asli

Said Iqbal

Presiden KSPI yang juga Presiden Partai Buruh

Darurat PHK di Tengah Pandemi Corona

Diperbarui: 24 Maret 2020   11:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Presiden KSPI Said Iqbal (Foto: Media Perdjoeangan)

Sampai hari ini, industri manufaktur maupun transportasi online yang jumlah pekerjanya lebih dari 40 juta orang di seluruh Indonesia belum meliburkan pekerja atau memberlakukan work from home (WFH). Padahal beberapa kepala daerah dan presiden sudah menyampaikan himbauan agar masyarakat tetap berada di dalam rumah.  Tetapi fakta di lapangan, himbauan ini tidak dijalankan oleh para pengusaha karena masih mewajibkan para buruh untuk bekerja.

Himbauan untuk work from home hanya menjadi macan kertas dan tidak berdampak. Terbukti, masih banyak perusahaan yang tetap beroperasi.

Padahal ini merupakan waktu yang tepat bagi perusahaan untuk meliburkan para buruhnya. Para buruh sangat rentan terpapar corona. Kalau banyak buruh yang terinfeksi, maka perekonomian Indonesia akan semakin terpuruk.

Melalui tulisan ini, saya mengingatkan semua pihak terkait dengan adanya potensi terjadinya PHK besar-besaran. Potensinya bisa mencapai puluhan bahkan ratusan ribu pekerja. Situasi ini, benar-benar sebagai darurat PHK.

Darurat PHK tersebut, bisa dilihat dari 4 (empat) kondisi berikut.

Kondisi yang pertama adalah ketersediaan bahan baku di industri manufaktur yang mulai menipis. Khususnya bahan baku yang berasal dari impor, seperti dari negara China, dan negara-negara lain yang juga terpapar Corona.

Industri yang akan terpukul adalah labour intensif atau padat karya, seperti tekstil, sepatu, garment, makanan, minuman, komponen elektronik, hingga komponen otomotif. Karena bahan baku berkurang, maka produksi akan menurun. Ketika produksi menurun, maka berpotensi terjadi pengurangan karyawan dengan melakukan PHK.

Karena itu, sebaiknya perusahaan segera meliburkan para pekerjanya untuk mengurangi biaya produksi; seperti biaya listrik, gas, transportasi, dan maintenance/perawatan.

Situasi yang kedua adalah, melemahnya rupiah terhadap dollar.

Seperti kita ketahui, rupiah sempat melemah hingga di posisi 17 ribu. Jika situasi ini terus berlanjut, perusahaan padat karya maupun padat modal akan terbebani dengan biaya produksi yang tinggi. Terutama perusahaan-perusahaan yang harus membeli bahan baku dari impor.

Perusahaan membeli bahan baku dengan dollar dan menjual dengan rupiah yang terus melemah. Ditambah dengan daya beli masyarakat yang menurun tajam, perusahaan akan kesulitan menaikkan harga jual. Ini akan membuat perusahaan rugi yang mengancam kelangsungan pekerjaan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline