[caption id="attachment_335381" align="aligncenter" width="448" caption="Prabowo Subianto saat menyampaikan pidato politik di Geloro Bung Karno, dalam peringatan May Day 2014"][/caption]
“Prabowo Presiden Rakyat.”
Kalimat itulah yang beberapa kali didengungkan dalam rapat yang dihadiri pimpinan FSPMI se-Indonesia tadi siang, di Jakarta. Rapat kali ini memutuskan satu hal: mendukung Prabowo Subianto sebagai Presiden RI pada Pilpres 2014.
FSPMI adalah salah satu serikat pekerja yang menjadi anggota KSPI.
Secara internal, keputusan ini sudah final. Dan justru dari eksternal, dukungan yang diberikan kepada Prabowo Subianto untuk menjadi Presiden RI menuai berbagai reaksi. Ada yang menghujat. Tetapi jauh lebih banyak yang mengucapkan selamat. Menilai bahwa ini adalah keputusan yang tepat.
Ketika KSPI memberikan dukungan kepada sang mantan Jenderal itu, boleh dibilang sedang melawan. Meskipun demikian, organisasi ini tidak gentar. Dukungan yang diberikan oleh KSPI kepada Prabowo bukan semata-mata didasarkan pada kepentingan kaum buruh. Dukungan itu didasarkan pada sebuah gagasan dan cita-cita perjuangan. Dimana dari sekian Capres yang pernah diajak berkomunikasi, hanya Prabowo yang telah dengan tegas menyatakan kesediaannya untuk menjalankan 10 tuntutan rakyat.
Dan secara politik, KSPI tidak mungkin mendukung Capres yang bahkan untuk bertemu pun tidak mau. Apalagi berkomitment terhadap isu-isu buruh.
Meskipun demikian, kontrak politik itu bukan satu-satunya alasan untuk mendukung Capres tertentu. Dalam kesempatan ini, saya ingin menjelaskan latar belakang sikap politik KSPI.
Sosial Ekonomi dan Sosial Politik
Di seluruh dunia, serikat buruh menggunakan dua strategi dalam berjuang: gerakan sosial ekonomi dan gerakan sosial politik.
Sebagai gerakan sosial ekonomi, serikat buruh berkonsentrasi terhadap isu perburuhan dan kemasyarakatan. Memperjuangkan isu tentang upah, peningkatan daya beli dan jaminan sosial. Jaminan kesehatan, misalnya, tidak hanya berkaitan dengan kepentingan buruh, tetapi juga kepentingan masyarakat secara luas. Perjuangan tentang penghapusan outsourcing, juga menyangkut kepentingan rakyat untuk mendapatkan kepastian kerja dan kepastian pendapatan. Gerakan sosial ekonomi ini berada pada satu sisi. Sementara pada sisi yang lain, gerakan buruh juga merupakan gerakan sosial politik.
Tentang upah murah, misalnya. Sangat dipengaruhi oleh item KHL yang diputuskan oleh Menteri. Ini keputusan politik.
Upah minimum diputuskan oleh Gubernur. Ini juga proses politik.
Jaminan sosial yang diatur dalam Undang-undang, itu juga keputusan politik. Oleh karena itu, buruh harus dikonsolidasikan untuk memperkuat gerakan sosial politik dimana secara bersamaan juga memperjuangkan sosial ekonomi.
Buruh adalah suara.
Karena itu, suara buruh tidak boleh cair. Suara buruh, oleh serikat buruh harus dikonsolidasikan agar kepentingan dan isu-isu buruh menjadi kebijakan negara. Dan ketika kita berbicara tentang kebijakan negara, itu artinya kita masuk kedalam proses politik.
Kita tidak boleh bersikap seperti pada jaman orde baru. Dimana pada saat itu kaum buruh dibuat apolitis. Buruh diletakkan dibawah kendali satu partai tertentu yang menjadi pemenang pemilu, sehingga buruh tidak lagi memiliki daya tawar yang kuat. Serikat buruh yang demikian tidak akan bisa independent dalam menentukan arah perjuangan.
Independent But Not Netral
Dalam mengimplementasikan gerakan sosial ekonomi dan sosial politiknya, buruh harus memiliki sikap. Adapun sikap KSPI adalah independent but not netral.
Independent artinya, serikat buruh tidak boleh menjadi kepanjangan tangan dari partai politik. Serikat buruh tidak boleh menjadi underbow kekuatan politik manapun. Serikat buruh tidak boleh dipenetrasi oleh kepentingan partai politik. Justru sebaliknya, serikat buruhlah yang harus melakukan penetrasi: membawa kepentingannya kepada parpol.
Kemudian, ketika momentum Pilkada, Pileg dan Pilpres, maka suara buruh tidak boleh netral.
Jika saja suara buruh tidak dikonsolidasikan, bisa dipastikan suara mereka akan cair. Dan secara politik, kita pun akan kehilangan posisi tawar.
Kita tahu, pengusaha pun berpolitik. Kalaulah mereka tidak berpolitik secara langsung, kita menduga mereka membayar politisi untuk memasukkan kepentingan mereka. Lihatlah Undang-undang Minerba yang sarat dengan kepentingan pelaku usaha. Juga Undang-undang yang lain, semuanya sarat dengan kepentingan pemilik modal.
Kalau kita biarkan, maka wajar jika keputusan politik akan berpihak kepada mereka. Apalagi jika kemudian di kabinet, banyak Menteri yang pro modal.
Maka KSPI ingin merubah pradigma itu. Konsolidasi suara buruh, sejatinya adalah untuk mengimbangi suara modal. Memang, kita tidak boleh berhadap-hadapan, karena semangat kita untuk membangun bangsa. Tetapi dengan cara inilah keseimbangan itu akan terjaga.
Mengapa banyak pihak yang kaget ketika kita mengumumkan sikap politik? Karena selama puluhan tahun mereka berhasil membuat buruh bersikap apolitis. Sekarang kaum buruh tidak lagi bersedia diposisikan seperti itu.
Mendukung dengan Kriteria
Kriteria yang diputuskan oleh organisasi menjadi acuan bersama. Ini untuk memastikan agar kepentingan politik pribadi tidak masuk.
Ada tiga kriteria yang diputuskan KSPI.
Pertama, tentang tuntutan yang disampaikan kepada calon presiden. KSPI menyampaikan sepuluh tuntutan, yang disebut sebagai sepuluh tuntutan buruh dan rakyat. Tuntutan inilah yang kemudian menjadi kontrak politik antara KSPI dengan Prabowo.
Kedua, kontrak sosial. Artinya, kontrak politik itu diumumkan secara luas. Sehingga ketika pada satu saat nanti presiden terpilih tidak memenuhi janjinya, kita bisa dengan mudah menghukum secara sosial. Mengkampanyekan bahwa ia adalah pembohong, dan siap memposisikan sebagai lawan politiknya.
Yang ketiga, KSPI mengharapkan kursi kabinet juga diisi oleh kelompok buruh. Bagi saya, tidak perlu malu untuk mengatakan ini. Daripada kabinet diisi oleh orang yang tidak memahami kepentingan buruh, akan jauh lebih baik jika diisi oleh orang yang memang mengerti betul dengan perjuangan kaum buruh. Kita juga tahu, hingga saat ini, belum pernah ada menteri yang berasal dari organisasi guru. Dari PGRI, misalnya.
Saya rasa, harapan ini tidak berlebihan.
Apa yang salah dengan harapan?
Apalagi jika memang harapan itu diniatkan untuk kepentingan rakyat. Bahkan, seharusnya, siapapun presidennya, sepuluh tuntutan itu harus dijalankan.
Sebagai tambahan, KSPI menyiapkan semua ini selama 1 tahun. Mahmud MD, Hidayat Nur Wahid, Rizal Ramli, pernah datang ketika diundang KSPI untuk didengarkan visi kebangsaan mereka. Jokowi pun, pernah diundang. Tetapi tiga kali undangan, tiga kali juga ia menolak datang. Setidaknya KSPI sudah memberikan kesempatan yang sama kepada setiap Capres.
Pilihan itu akhirnya jatuh pada Prabowo. Karena faktanya, hanya Prabowo yang paling konsisten. Mampu menangkap isu-isu perburuhan yang tengah kita perjuangkan. Wajar jika kemudian KSPI mendukung Prabowo untuk menang,
Pada akhirnya, saya ingin mengatakan, bahwa ini bukanlah ambisi saya pribadi . Ini adalah tentang sebuah jalan yang kita pilih untuk mewujudkan cita-cita kaum buruh.
Selamat berjuang. Kita pasti menang....(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H