Lihat ke Halaman Asli

Awali Tahun 2015, Buruh Lakukan Aksi 3 Hari Berturut-turut

Diperbarui: 17 Juni 2015   12:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1395365273394113405

Bukan tanpa sebab, jika beberapa waktu yang lalu, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) melakukan aksi unjuk rasa selama 3 hari berturut-turut. Dalam aksi yang dilakukan pada tanggal 21, 22 dan 23 Januari 2015 itu, KSPI hendak menegaskan komitment perjuangannya guna mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Aksi kali ini sekaligus hendak memberikan sinyal tentang isu utama gerakan buruh di tahun 2015.

Setidaknya ada tiga isu penting yang secara dominan akan mewarnai gerakan buruh di Indonesia dalam setahun mendatang.

Perlawanan Terhadap Upah Murah

Isu upah masih akan mendominasi di tahun ini. Apalagi setelah Menteri Perindustrian menyatakan usulannya agar kenaikan upah minimum hanya 5 tahun sekali. Hal yang sama juga disampaikan Menteri Tenaga Kerja, yang mewacanakan kenaikan upah minimum 2 tahun sekali. Apa yang disampaikan Menaker, senada dengan keinginan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).

Sehari menjelang aksi itu dilakukan, Presiden KSPI Said Iqbal mengkritisi pernyataan Menteri Perindustrian tentang usulan kenaikan upah minimum yang hanya 5 tahun sekali. Alasan Menperin supaya ada kestabilan dan kepastian usaha, dibantah oleh Iqbal.

"Itu alasan yang sangat tidak masuk akal dan terkesan mengada-ada," kata Said Iqbal. Selanjutnya peraih penghargaan The Febe Elisabeth Velasquez dari Belanda itu menyampaikan, buruh Indonesia dengan tegas menolak usulan kebijakan tersebut yang jelas-jelas tidak sejalan dengan program nawa cita pemerintah yang berorientasi kerakyatan.

“Menteri Perindustrian dan Menteri Tenaga Kerja ingin mempertahankan kebijakan upah murah. Menperin mengusulkan kenaikan upah minimum 5 tahun sekali. Sedangkan usulan Menaker sama dengan usulan Apindo,  menetapkan Upah minimum 2 tahun sekali. Kebijakan itu muncul ditengah ketidakberdayaan buruh menyongsong pasar bebas ASEAN. Lihatlah, upah buruh DKI hanya Rp 2,7 juta. Lebih murah dibanding buruh Manila Rp 3,6 juta dan Bangkok yang mencapai Rp 3,2 juta,” tegas Said Iqbal dalam keterangan persnya di Jakarta, Rabu (21/01/2015).

Said Iqbal juga mengungkapkan bila pemerintah menjalankan kebijakan tersebut, maka kedua menteri tersebut melanggar UU no  13/2003 dan Permenaker no 13/2012 yang menyatakan kenaikan upah minimum adalah setiap tahun dengan mempertimbangkan KHL, pertumbuhan ekonomi, inflasi, dll. Kenaikan upah 5 tahun tersebut, lanjut Said Iqbal, tidak tepat karena tingkat inflasi di Indonesia tidak stabil. Setiap tahun, survei KHL harga barang, ongkos transportasi, dan sewa rumah sangat tinggi kenaikannya sehingga akan sulit bila diprediksi untuk 5 tahun.

“Kenaikan upah minimum setiap 5 tahun sekali semakin menyebabkan ketidakpastian nasib buruh. Dengan kata lain, kebijakan ini sangat neolib dan sangat sarat titipan suara 'pengusaha hitam', khususnya dari Cina, Korea, dan Domestik.” Ungkapnya.

Iqbal menambahkan. Seharusnya yang dilakukan kedua menteri tersebut adalah memperbaiki sistem pengupahan dengan merevisi KHL dari 60 menjadi 84 item. Membuat angka ukuran produktivitas dan membuat struktur dan skala upah. Juga membuat skema dana pensiun buruh.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline