Lihat ke Halaman Asli

Kepentingan di Balik Kepentingan

Diperbarui: 24 Juni 2015   11:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

22 juni 2013.

Lagi-lagi, pemerintah memutuskan untuk menaikan harga bbm (bahan bakar minyak). Sudah banyak wacana dan opini yang dirundingkan hingga tercetuslah keputusan yang dirasa banyak orang hanya menguntungkan pihak-pihak yang berkepentingan. Dengan dalih mengalokasikan dana subsidi bbm ke dana untuk membantu rakyat yang tidak mampu, sejatinya penolakan tidak pernah berhenti. Bukan hanya mahasiswa, tetapi elemen masyarakat lainnya ikut turun ke jalan untuk menyuarakan aspirasi mereka. Tentu saja dengan satu harapan, yaitu didengarkan. Namun nampaknya para dewan perwakilan rakyat terlampau sibuk menggurusi negara ini hingga tidak sempat memperhatikan mereka-mereka yang seharusnya mendapat perhatian. Atau mungkin mereka lupa, bahwa mereka yang berteriak di depan gedung mewah itu juga merupakan bagian dari negara ini. Jeritan mereka seolah dianggap kebisingan tiada arti, yang hanya sekedar ikut meramaikan pesta demokrasi. Mereka dipersilahkan dengan bebas bersuara, dan hanya sesekali diperdulikan untuk didengarkan aspirasinya. Lantas siapakah yang salah?

Mereka yang turun ke jalan justru mendapat kecaman. Dianggap buang-buang tenaga hingga dicap sebagai perusuh yang merugikan. Pertanyaan saya, jika yang telah beraksi saja diacuhkan, bagaimana berdiam diri mampu menciptakan keajaiban?

Mereka memang kerap kali membuat suasana menjadi tidak kondusif, terkesan anarkis, dan seolah merampas hak-hak sesama pengguna jalan karena sebabkan kemacetan. Mereka yang membela tetapi justru dikecilkan. Mereka yang cerdas tetapi justru dianggap bodoh. Memang terlihat salah ketika mereka bersuara dengan murka, hingga bertindak sesuatu yang membuat resah. Dan mereka yang mencela dengan negatif, pernahkan berada di posisi seperti itu? Atau memberi komentar hanya untuk terlihat pintar?

Keputusan naiknya harga bbm tentu tak pernah terlepas dengan sesuatu yang bernama ‘kepentingan’. Ada kepentingan negara di atas itu semua, yang sudah ditimbang bagaimana baik buruknya. Tetapi yang tak kalah penting yang seharusnya dipentingkan adalah bagaimana kepentingan masyarakat kalangan bawah. Mereka mungkin tidak seberuntung kita yang masih bisa bersekolah, yang masih bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, bahkan melanjutkannya ke luar negeri. Tetapi mereka? Jangankan bersekolah, terkadang untuk makan pun susah. Lalu patutkah kita menyalahkan nasib mereka yang mungkin mereka sendiri tidak mengingininya?

Impian mereka sederhana. Bisa makan dan memenuhi kebutuhan sehari-hari saja rasanya Alhamdulillah, syukur-syukur bisa bersekolahhingga ke perguruan tinggi. Pemerintah memang tidak diam. Telah banyak anggaran yang dikucurkan untuk kepentingan masyarakat kalangan bawah, tetapi terkadang anggaran itu tidak sampai pada mereka yang membutuhkan. Sekali lagi, ini berbicara soal kepentingan. Ada beberapa di antara mereka yang diberi amanah tetapi justru tak amanah. Mementingkan kepentingan pribadi, tanpa peduli bagaimana nasib yang seharusnya berhak memiliki.

Kita mungkin merasa belum berkepentingan mengurusi negara ini. Tetapi satu hal yang harus kita sadari, kita adalah generasi selanjutnya. Generasi yang akan memimpin negeri ini. Apa yang akan kamu jawab nanti seandainya saja Tuhan bertanya ‘apa yang telah kamu lakukan untuk negaramu?’. Karena sebenarnya kita semua bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada negara ini, meksipun kesalahan itu bukan ada pada kita. Lakukanlah apa yang bisa kita lakukan untuk kepentingan orang banyak. Kita memang tidak sempurna, karena sempurna memang tidak pernah ada. Tetapi kita bisa menjadi “lebih baik” dari sebelumnya.

Ini bukan hanya sekedar kepentingan saya dan keluarga saya yang keberatan denga naiknya harga bbm. Tetapi juga kepentingan orang-orang yang yang telah berteriak lantang lebih dulu. Dan mungkin juga kamu, yang sampai saat ini masih berdiam diri. Saya tidak merasa lebih hebat dari kamu, karena nyatanya saya juga masih terlalu pengecut karena hanya berani ‘menulis’ bukan beraksi bersama mereka yang tak pernah lelah bersuara.

Harapan saya sederhana, semoga kita bisa sama-sama saling membantu saudara-saudara kita yang membutuhkan. Karena bukan hanya Pemerintah yang bertugas dan berkewajiban untuk itu, tetapi kita juga. Sekecil apapun hal yang bisa kita lakukan untuk kepentingan orang banyak, itu pasti sangat berarti. Bukankah sesuatu yang besar bermula dari hal kecil dan dari diri sendiri?

Hal yang kita anggap gak bernilai, bisa jadi sangat bernilai untuk orang lain.”

S.C

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline