Lihat ke Halaman Asli

Saidah Fatimah Sari S

Mahasiswi Peminatan Epidemiology FKM UIN Sumatera Utara.

Covid-19 : Antara Teori Konspirasi dan Keadaan Kesehatan di Indonesia

Diperbarui: 29 Agustus 2020   12:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

PBL 2020

COVID-19 telah menjadi pandemi dunia sejak awal 2020. Ada sesuatu yang menyebar hampir sama cepatnya dengan penyebaran virus SARS CoV 2 di masa pandemi ini, yaitu teori konspirasi.  Banyaknya kasus hingga kematian yang terjadi menimbulkan pro kontra di kalangan masyarakat. Bagaimana tidak, semakin tingginya kasus ternyata bukan membuat masyarakat untuk kian mewanti-wanti, namun menjadikan beberapa diantara mereka malah beranggapan COVID-19 itu sebenarnya “sebatas rekayasa”.

Kurangnya pemahaman ternyata menjadi salah satu penyebab munculnya stigma masyarakat seperti ini. Stigma buruk yang tidak berdasar dan tidak disertai dengan edukasi menjadi masalah timbulnya anggapan teori konspirasi ini.  Yang juga menjadi permasalahan adalah merebaknya teori-teori ini ternyata membunuh peran kerja sama sesama manusia untuk melawan COVID-19.

Tidak sedikit masyarakat yang percaya terhadap adanya konspirasi dan tidak percaya terhadap COVID-19 yang telah menyebabkan jutaan orang terinfeksi bahkan meninggal dunia. Beberapa konspirasi yang pada awal ramai diperbincangkan yaitu terkait kebocoran laboratorium biologi di China, pengembangan senjata biologis dan lain sebagainya. Kendati sebagian isu konspirasi ini telah terbantahkan oleh bukti-bukti ilmiah, tetapi sebagian lagi masih dipercaya karena belum bisa dibuktikan secara fakta.

Di Indonesia, masyarakat beranggapan bahwa COVID-19 hanya merupakan isu yang direkayasa oleh pemerintah untuk menggarap keuntungan. Namun nyatanya, negara mengalami krisis ekonomi, tidak ada keuntungan yang dapat diperoleh melalui pandemi ini. Banyaknya kematian tenaga medis yang merawat korban kasus COVID-19 menjadi duka pilu tersendiri bagi negara. Disamping itu, pemahaman masyarakat mengenai angka kasus dan kematian yang dianggap hanya sebatas tipuan semata menjadi suatu permasalahan yang menyedihkan. Tak jarang dari mereka mengatakan bahwa tidak perlu mematuhi protokol kesehatan sebab COVID-19 itu bohongan. Sadar atau tidak stigma inilah yang membuat pandemi dinegara kita tidak diketahui kapan akan berakhir.

Dalam ilmu epidemiologi, terdapat kajian mengenai The Iceberg Theory atau fenomena gunung es. Dimana fenomena ini menunjukkan angka kasus atau kejadian yang muncul atau tampak di permukaan sangat sedikit dibandingkan yang tidak tampak, artinya, kemungkinan kasus diluar yang kita lihat atau diluar yang dipaparkan oleh Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 jauh lebih banyak. Hal inilah yang seharusnya diantisipasi.

Untuk itu, pemerintah harus kolaborasi dengan tenaga kesehatan untuk terus melakukan edukasi kepada masyarakat. Selain itu, mahasiswa Indonesia juga harus turut membantu menyebarkan informasi mengenai fakta dan penolakan teori konspirasi dan dugaan buruk mengenai COVID-19. Dapat dimulai dari unit terkecil yaitu keluarga, teman dan tetangga. Sampai akhirnya seluruh masyarakat di Indonesia dapat mendapatkan fakta dan pemahaman nyata, menjadikan kita bisa bersama-sama untuk saling bantu, bahu membahu mempercepat penurunan kasus COVID-19 hingga Indonesia dapat kembali pulih dan membaik.

By : Saidah Fatimah Sari Simanjuntak

(PBL-DR 16 FKM UIN Sumatera Utara)

DPL : dr. Nofi Susanti, M. Kes

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline