Lihat ke Halaman Asli

ICW: Masalah Kepangkatan Jadi Sandungan Tugas Korsup KPK

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wartawan Tabloid LINTAS Muhammad Said Welikin (kiri), foto bersama  Tama S Langkun dari ICW (Indonesia Corruption Watch), pada acara Pelatihan Fungsi Monitoring Koordinasi dan Supervisi KPK untuk organisasi masyarakat sipil, dan jurnalis yang dilaksanakan LBH Makassar dan ICW, di Hotel Amaris Makassar, 9-10 Oktober 2013. ----------------------------------------------------------------------------------- ICW:

Masalah Kepangkatan Jadi Sandungan Tugas Korsup KPK

Roh dari pencegahan atau pemberantasan penyakit  korupsi  yaitu kerja sama. Sayangnya budaya gotong royong atau semangat kerjasama yang diwarisi para pejuang kita, ketika merebut kemerdekaan, hampir pudar, kalau tidak ingin dikatakan sudah punah. Dalam rangka membangun kerja sama untuk membasmi tikus-tikus penebar virus korupsi, maka beberapa waktu lalu, LBH (Lembaga Bantuan Hukum) Makassar, dan ICW (Indonesia Corruption Watch) melakukan pelatihan monitoring fungsi koordinasi dan supervisi untuk organisasi masyarakat sipil dan jurnalis. Kegiatan itu berlangsung selama dua hari 9-10 Oktober di Hotel Amris Jl Bougenville Makassar. Disampaikan pada petunjuk pelaksanaan, “Salah satu problem nyata dalam penegakan hukum perkara korupsi  adalah korsup (koordinasi dan supervisi) diantara penegak hukum”. “Meskipun diatas kertas dan di dalam Undang-Undang aturannya begitu jelas, dalam praktek sehari-hari korsup merupakan problem yang sulit untuk diselesaikan”. "Sebetulnya problem koordinasi bukan hanya persoalan yang dihadapi institusi penegak hukum, tetapi juga problem yang dihadapai hampir semua instansi pemerintah”. "Koordinasi  antara instansi begitu sulit sehingga berdampak pada penerapan kebijakan di lapangan yang tidak sesuai dengan harapan”. Disebutkan juga dalam poin pendahaluan, “Kesepehaman ini bisa dimaknai  dua hal. Pertama, sebagai bentuk kepatuhan terhadap Undang-Undang 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, dimana salah satunya  adalah melakukan fungsi koordinasi dan supervisi”. “Kedua, sebagai cara agar pemberantasan korupsi lebih efektif, dengan semangat dan tujuan saling menguatkan”. "Karena penting untuk dipahami , secara prinsip KPK tidak sangggup menangani seluruh kasus korupsi yang ada di Indonesia, dan KPK tidak didesign untuk itu”. "Terungkap  temuan awal  ICW,  ada sejumlah catatan permasalahan yang dihadapi oleh aparat penegak hukum dalam mengimplementasi kerja sama pemberantasan korupsi". “Salah satu permasalahan yaitu kepangkatan yang berbeda antara pihak yang mensupervisi  (KPK) dengan pihak yang disupervisi (Polda dan Kejati) sering kali membuat pelaksanan fungsi ini tidak efektif”. "Bahkan ditataran tertentu,  ego-sektoral masih muncul ketika KPK menjalankan tugasnya baik di Jakarta dan daerah”. “Dari sejumlah kegiatan diskusi dan seminar yang diikuti dengan tema pemberantasan kofrupsi, masih sering terucap dari pihak Polri dan Jaksa, ada keberatan jika lembaga baru seperti KPK kemudian bisa menjadi lebih tinggi dan mengatur “kakak-kakaknya”  di kepolisian dan kejaksaan”. Menurut catatan pelaksana pelatihan “Hasil koordinasi dan supervisi KPK pada tahun 2013 (Januari-Oktober 2013), sekurangnya ada 748 penerimaan SPDP (Surat Perintah Dimulainya Penyidikan) dari kepolisian dan kejaksaan  yang diterima oleh KPK.” “Dari 748 SPDP yang diterima, 80 perkara diantaranya berada dalam koordinasi, 143 perkara sudah diklarifikasi ke aparat penegak hukum yang bersangkutan (kepolisian dan kejaksaan), dan 57 perkara sudah disupervisi oleh KPK". "Hasilnya hanya  7 perkara yang dilimpahkan ke pengadilan, sisanya masih dalam proses, dengan fakta seperti ini, pelaksana pelatihan berpandangan kondisi ini, bukan hasil terbaik yang dihasilkan dari kerjasam pemberantasan korupsi”. Lanjut pelaksana, “Kondisi ini tidak bisa dibiarkan, karena kerja sama aparat penegak hukum dalam pemberantasan korupsi merupakan kebutuhan mendesak". "Pada titik ini, diperlukan peran serta masyarakat dan jurnalis untuk sama-sama memberikan dukungannya agar kerja sama  pemberantasan korupsi antara Polri, Kejaksaan dan KPK  bisa berjalan dengan baik”. Sementara itu salah satu narasumber  dari  ICW  Tama S Langkun mengungkapkan “Dari sisi kuantitas, laporan masuk ke KPK cukup banyak”.  “Namun hanya sedikit yang ditindak lanjuti,  karena laporannya tidak sistimatis serta tidak didukung data yang kuat”. “Olehnya itu teman-teman organisasi masyarakat sipil agar jangan bosan dan jangan berhenti belajar untuk memperbaiki kekurangan”, harap Tama.(Muhammad Said Welikin/LINTAS)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline