Lihat ke Halaman Asli

Ritual Pemuja Pantat

Diperbarui: 9 Februari 2016   21:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

SEMAKIN sulit bagiku membedakan muka dan pantatmu. Setiap kali kulihat mukamu, aku bukannya melihat wajah, tapi pantatmu. Begitu juga ketika kulihat pantatmu, yang tampak justru mukamu. Jadi, tolong ajari aku bagaimana membedakan muka dan pantatmu Joe.

“Apa arti pantat buatmu Joe, begitu berartikah sehingga harus pindah ke mukamu?”
“Itulah game Man, kamu tak akan pernah mengerti permainan ini.”
“Jadi bagaimana cara membedakan muda dan pantatmu ?”

“Gampang, lihat saja sekelilingmu, apa yang kamu lihat di jalanan itu, apa mereka sedang pasang muka atau pantat?”
“Aku masih belum paham Joe.”
“Sudah kubilang, kamu tidak akan pernah bisa mengerti permainan ini.”

Begitulah, Joe selalu membenturkanku pada kebingungan-kebingungan seperti itu. Ini adalah kebingungan yang paling aku muak. Masa untuk membedakan mana muka dan mana pantat saja aku harus minta diajari. Dasar aku yang bodoh atau memang benar kata Joe, ini adalah game yang tak muda dimengerti? Ah, dasar Jumadi!

***

Sebagai entrepreneur muda yang baru mulai pakai sopir pribadi, aku semakin tidak melihat lagi ada sisa Joe yang dulu temanku main gasing di Belakangpadang. Joe tampak seperti sosok aneh di mataku, manusia dengan muka pantat.

“Dari mana Joy punya ilmu setinggi itu?” Pernyataan itu terus saja bergelayut di kepalaku.

“Udahlah Man, biar kamu tak terus bingung, nanti malam kamu ikut aku ya.”
“Ke mana Joe ?”
“Udahlah, tak usah banyak tanya, pokoknya ikut saja.”

Tak perlu banyak tanya, mungkin itulah cara Joe mengajarkan kepadaku bagaimana membedakan muka dan pantat. Ikut saja tanpa banyak tanya, barangkali itu jauh lebih baik daripada banyak tanya tapi tak ikut. Dan setelah itu, game yang kata Joe tak mungkin bisa kumengerti, akan benar-benar dapat kumengerti.

Adukan semen hari ini lambat sekali kering. Padahal, aku sudah tidak sabar lagi mau ikut Joe naik mobil jeep Land Cruiser hitamnya. Untuk meninggalkan proyek bangunan perumahan RSS sebelum pekerjaan benar-benar kelar, bukanlah kebiasaanku. Meski matahari sore sudah menabur warna merah di ujung langit.

Tapi tanggung jawab sebagai kuli bangunan tak boleh begitu saja diabaikan. Bagiku, profesi adalah istri pertama, sedangkan wanita yang menungguku di rumah, adalah istri kedua. Itu doktrin yang sudah terlanjur tertanam kuat di dadaku. Jadi apapun, doktrin itu selalu menuntun langkahku. Termasuk menunggu adukan semen kering di proyek perumahan RSS ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline