Lihat ke Halaman Asli

Jalur Sutera TKI Ilegal

Diperbarui: 30 Januari 2016   17:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Inilah salah satu boat pancung yang digunakan untuk mengangkut TKI ilegal. (Foto: Dok Batamtoday.com)

MENGADU nasib, mencari penghidupan lebih baik untuk keluarga. Sungguh niat yang sangat mulia. Niat itu pulalah yang mengantarkan 18 orang anak bangsa Indonesia karam di perairan Johor Bahru, Malaysia, Selasa (26/1/2016) lalu. Mereka bekerja secara ilegal berburu ringgit di sana. Di mana rute perjalanan mereka?

Tahukah Anda, berapa harga yang harus dibayar oleh para tenaga kerja Indonesia (TKI) ilegal dari Johor Bahru Malaysia menuju Batam? Sebaiknya Anda tarik napas dulu, agar tidak terkejut. Hampir Rp10 juta! Ya, sepuluh juta!

Padahal, tarif resmi kapal cepat dari Pelabuhan Stulang Laut Johor Bahru Malaysia-Batam, tak sampai menembus angka Rp500 ribu. Bayangkan, berapa keuntungan yang dikantongi oleh mereka yang bekerja di jaringan "jalur sutera" ini. Memang, yang dibayar oleh para TKI ilegal itu bukan hanya jasa transportasi lautnya saja. Tapi yang harus mereka bayar mahal itu adalah, jasa "meloloskan" mereka keluar dari Malaysia kembali ke Indonesia.

Dan kapal karam yang merenggut 18 nyawa itu adalah kapal yang biasa melayani pergerakan TKI ilegal dari pelabuhan rakyat alias pelabuhan tikus. Biasanya, titik kumpul mereka di Pulau Batam adalah di Teluk Mata Ikan Nongsa. Lokasinya tidak sampai 3 kilometer dari Markas Polda Kepri. "Biasanya malam antara pukul 22.00 sampai pukul 01.00 WIB mereka tiba di sini," kata salah seorang warga di sekitar Teluk Mata Ikan, Rabu (27/1/2016) lalu.

Para TKI ilegal nahas itu sejatinya akan kembali ke Indonesia, setelah mereka bekerja mengais ringgit. Sumber BATAMTODAY.COM di kepolisian mengungkapkan, mereka dipatok harga 3.000 ringgit pe rorang, sekitar Rp9.750.000, untuk ongkos pulang ke tanah air. Baca: Polda Kepri Dirikan Posko Kemanusiaan untuk Korban Kapal Karam di Johor

"Dari Malaysia menggunakan bout pancung, tiba di Batam dijemput dan diantar ke penampungan sementara dan dilanjutkan perjalanan ke Bandara Internasional Hang Nadim. Tiket pesawat sampai tujuan, biaya itu semua 3000 ringgit yang harus dibayar per orang TKI ilegal tersebut," kata sumber itu.

Sumber tadi menambahkan, dari 18 orang penumpang yang tewas itu, 8 orang dewasa berjenis kelamin laki-laki, dan 10 perempuan dewasa. Mereka memang mengantongi paspor biru, paspor Indonesia, tapi sudah kadaluarsa. Karena mereka dulu masuk ke Malaysia secara legal sebagai pelancong.

Lalu, bekerja secara ilegal bertahun-tahun, hingga paspor mereka kadaluarsa. Dan saat mereka karam itu, sesungguhnya adalah hari yang bahagia mereka membawa ringgit untuk keluarga di kampung halaman. Tapi takdir berkata lain. Mereka pulang di saat angin begitu kencang dan terhempas dihantam ombak.

Kapai speed boat pancung yang membawa para TKI ielgal itu bermesin ganda, masing-masing 200 PK. Diduga, kapal itu milik warga Malaysia yang biasa disapa Ibu Nur. Wanita ini telah lama tinggal menetap di Kecamatan Nongsa, Kota Batam. Sedangkan tekong yang membawa puluhan TKI itu diduga seorang pria berinisial EE, warga Kecamtan Nongsa yang kesehariannya bekerja sebagai pengantar dan penjemput TKI alias tekong.

Dari para korban karam itu, tiga orang diantaranya, sore atau malam ini, Jum'at (28/1/2016), akan diterbangkan menuju Kuala Lumpur Malaysia. Besoknya, jenazah mereka akan diterbangkan menuju kampung halaman masing-masing. Ketiga korban itu adalah Murni, Siti Mayadi dan Tasminah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline