Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Sahuddin

Candidat PhD, Nanjing Normal University, Tiongkok

Penerimaan Siswa Baru, Sistem Zonasi Jadi Solusi?

Diperbarui: 25 Juni 2019   06:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Oleh: Muhammad Sahuddin

Penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun ajaran 2019/2020 sedang berjalan namun para masyarakat ada yang bisa menerima ada yang tidak, munculnya pro dan kontra dalam sistem zonasi terhadap PPDB tahun 2019 bisa jadi akibat dari penilaian masyarakat tentang sekolah, mareka cendrung menilai bahwa sekolah A bagus dan sekolah B tidak maka dengan itu para calon peserta didik baru akan memilih sekolah unggul dan favorit menjadi pilihannya. 

Jika kita ingin melihat lebih jauh pada subtansi persoalan ini bisa jadi disebabkan kondisi kualitas pendidikan kita yang tidak merata baik kualitas sarana prasarana sekolah dan tenaga pendidik yang kompeten di tinggkat sekolah antara sekolah A dengan sekolah B atau antara sekolah pusat kota dengan sekolah perdesaan ini bisa jadi satu alasan para masyarakat untuk memilih sekolah terbaik untuk anaknya.

Satu sisi untuk mengubah pandangan masyarakat semua sekolah unggul dan mendekatkan siswa dengan tempat sekolah tidak mudah diterima namun dengan lahirnya aturan ini memiliki nilai yang positif bagi peserta didik disisi lain ditingkat daerah sendiri banyak kabupaten/kota mendirikan beberapa sekolah unggulan untuk menjadi percontohan pendidikan di tingkat daerah dengan berlakunya sistem zonasi yang di atur dalam permendikbud nomor 51 tahun 2018 ini menjadi delema tersendiri dalam penerimaan calon peserta didik baru.

Dalam penerimaan peserta didik baru tahun 2019 memberikan porsi sistem zonasi sangat besar yaitu 90%, porsi prestasi 5% dan porsi perpindahan tugas orang tua atau wali 5%. Kita berharap ada pendekatan yang bijaksana ditingkat daerah dalam menyikapi peraturan menteri dalam menentukan zonasi atau wilayah, sehingga tidak terkesan kaku, karena masyarakat sudah terlanjur memberikan pandangan tertentu untuk sekolah seperti sekolah unggul atau favorit karena yang namanya sekolah unggul minat calon peserta didik baru sangat meningkat.

Kalau boleh kita menyarankan seharusnya sistem zonasi jangan berfokus pada jarak namun juga melihat pada kemudahan menuju akses ke sekolah karena selama unsur ini terpenuhi maka dipersilahkan untuk perserta didik untuk mendapatkan sekolah yang mareka inginkan, di satu sisi undang-undang dasar 45 pasal 31 ayat 1 setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Tentu warga negara akan memilih sekolah yang berkualitas dan bermutu sebagai pilihannya, sisi lain ketika sistem sistem zonasi ini berlaku agak sedikit terhambat untuk calon peserta didik untuk mencapainya.

Selaku masyarakat memiliki harapan kepada pemerintah baik tingkat nasional maupun tingkat daerah mendukung upaya dan optimisme pemerintah dalam memperbaiki kualitas pendidikan oleh sebab itu kita berharap dengan adanya perbaikan-perbaikan mutu sekolah dan juga tenaga pendidikan dapat meminimalisir sistem zonasi. 

Karena jika perbaikan mutu terwujud bisa jadi dengan sendirinya para calon peserta didik akan cenderung memilih sekolah yang dekat dengan tempat tinggalnya sebab semua sekolah memiliki mutu yang baik dan berkualitas.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline