Lihat ke Halaman Asli

sahrum

Pengajar SMPN 1 Kauman

Keterbatasan Bukanlah Penghalang Mimpi

Diperbarui: 17 Februari 2019   14:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Acara yang bertajuk M-One Competition 2019 yang diselenggarakan oleh SMA Muhammadiyah 1 Ponorogo sangat diminati oleh siswa tingkat SMP/MTs se-Karesidenan Madiun. Acara tersebut dimulai pukul 07.00 sampai dengan 11.00. Pagi itu, para peserta memasuki ruang Hall ditemani oleh pembina masing-masing.

"Tujuan lomba tersebut adalah sebagai bentuk apresiasi terhadap tanggung jawab dan peningkatan kualitas pendidikan di sekolah, khususnya siswa-siswi tingkat SMP/MTs," Jelas ketua panitia Budi Santoso, S.Pd. di Ponorogo, Sabtu (16/02).

Ia menjelaskan lomba yang dimulai pada tanggal 14 sampai dengan 16 Februari 2019 itu bersifat terbuka untuk pelajar SLTP. Pelajar bisa memilih tujuh cabang lomba, yaitu lomba menyanyi (vocal), tahfidzul Qur'an, lomba karawitan, lomba tari kreasi, lomba menulis cerpen, story telling competition, dan pionering.

Berbagai lomba yang digelar tersebut mengangkat tema yang unik dan menarik. Salah satunya lomba menulis cerita pendek mengangkat tema budaya yang ada di Indonesia. Tema tersebut dipilih sebab di Indonesia mempunyai keragaman budaya yang melimpah.

"Sebelumnya saya belum mempunyai ide apa-apa tentang budaya, dan satu hal yang muncul di pikiran saya adalah budaya yang ada di Indonesia serta seluruh dunia ini. Bahwa budaya mempunyai makna budi pekerti. Dari situlah saya kreasikan untuk ditulis menjadi cerita dengan menambahkan konfliknya," kata Nur Syafina, peserta asal dari SMPN 1 Kauman yang meraih juara satu itu.

Nur Syafina mengungkapkan bahwa cerpen yang diberi judul "Merpati yang Jatuh Kembali Terbang" mengisahkan seorang anak yang mempunyai keterbatasan, tetapi ingin melestarikan budaya. Anak itu ingin terbang mengenalkan pada dunia tentang budaya Indonesia. Karena keterbatasan itu, anak berusaha belajar tentang budaya dan membuat sebuah tulisan mengenai budaya yang diketahui. Hasil tulisannya itu mampu membawanya terbang, sebab keterbatasan bukanlah penghalang untuk bisa terbang dan bermimpi.

"Saya menyukai dunia baca tulis sejak kelas 8. Dan piala pertama ini saya persembahkan untuk almarhum Ayah," kata siswi yang menyukai novel karya Luluk HF itu.

Apa harapan kedepan setelah memperoleh prestasi? Nur Syafina menjawab lugas bahwa semoga kedepan bisa lebih bagus lagi dalam menulis. Dengan belajar lebih tekun, ikhlas menjalani kehidupan, dan saling menghormati terhadap sesama. (*Red/Sahrum).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline