Mengadopsi anak adalah salah satu bentuk amal yang mulia, terutama jika dilakukan untuk memberikan kasih sayang, perhatian, dan pendidikan bagi anak yang membutuhkan. Namun, dalam pandangan Islam, ada beberapa aturan yang harus diperhatikan terkait hukum mengadopsi anak, khususnya mengenai status anak angkat, hubungan mahram, dan perwalian nikah.
Definisi Adopsi dalam Islam
Secara umum, adopsi berarti pengangkatan anak orang lain sebagai anak sendiri. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), adopsi dijelaskan sebagai tindakan mengambil atau mengangkat anak orang lain secara sah menjadi anak sendiri. Pada masa jahiliyah, adopsi dikenal dengan istilah "tabanni," di mana anak angkat sepenuhnya dinisbatkan sebagai anak kandung, lengkap dengan hak-hak yang sama seperti anak biologis, termasuk dalam hal nasab dan warisan.
Namun, dalam syariat Islam, praktik adopsi seperti yang dilakukan pada masa jahiliyah ini tidak diperbolehkan. Allah SWT menurunkan ayat yang mengatur mengenai hal ini, seperti dalam Surah Al-Ahzab:
"Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil di sisi Allah. Jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Ahzab: 5).
Ayat ini menegaskan bahwa status anak angkat tidak boleh disamakan dengan anak kandung. Anak angkat tetap harus dinisbatkan kepada ayah kandungnya atau, jika tidak diketahui, diperlakukan sebagai saudara seagama.
Dalam ayat lain juag dijelaskan:
….Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi. [Ahzab: 37]
Ayat di atas menceritakan pernikahan Rasulullah SAW dengan Zainab binti Jahsyi yang notabene mantan istri Zaid bin Haritsah (anak angkat Rasulullah) sebagai contoh konkret dari pembatalan atas prilaku orang-orang jahiliyah yang menyamakan status anak angkat dengan anak kandung.
Hukum Adopsi dalam Islam
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa mengadopsi anak dengan menisbatkan nasabnya kepada orang tua angkat dan memberikan hak warisan yang sama dengan anak kandung adalah haram. Namun, jika adopsi hanya dilakukan untuk mengasuh, merawat, dan mendidik tanpa mengubah nasab, maka hal ini diperbolehkan. Konsep ini dikenal dengan istilah "tabanni bi makna al-kafalah."
Perlakuan terhadap Anak Angkat
Hubungan Mahram: Anak angkat tidak memiliki hubungan mahram dengan orang tua angkat atau anggota keluarga lainnya. Oleh karena itu, hukum memandang dan berduaan (ikhtilath) dengan anak angkat tetap haram. Suami atau anggota keluarga laki-laki tidak diperbolehkan berinteraksi dengan anak angkat perempuan tanpa hijab.
Wali Nikah: Dalam hal pernikahan, yang berhak menjadi wali nikah bagi anak angkat adalah ayah kandung atau wali lain dari keluarga aslinya. Jika tidak ada atau tidak ditemukan wali dari keluarga aslinya, maka perwalian berpindah kepada hakim (KUA).