[caption caption="Image:http://www.beliefnet.com/"][/caption]
Perkembangan zaman memang mempengaruhi segala aspek kehidupan, tak terkecuali pola pergaulan anak muda. Di zaman yang serba ‘bebas’ ini, norma-norma sosial sudah tak mampu lagi menjadi batasan untuk membentengi anak muda dari perbuatan-perbuatan yang seyogyanya belum pantas untuk dilakukan. Atas nama cinta, hubungan asmara yang dikemas dalam bentuk pacaran, anak muda yang memadu kasih bisa menjadi buta seketika dan melampaui segala batas. Ujung-ujungnya hubungan pacaran akan bermuara pada hubungan suami-istri dalam hal ini terjadi persetubuhan diantara keduanya yang biasanya berakhir dengan hamilnya si perempuan. Di saat bersamaan pemerintah secara rutin mengkhawatirkan tingginya angka pernikahan di bawah umur (pernikahan dini) setiap tahunnya, sebuah persoalan klasik! Pertanyaannya siapa yang berdaya menekan tingginya angka pernikahan dini ini selain mereka yang menjalaninya?
Jika boleh jujur, alasan hamil di luar nikah pasti sangat banyak menjadi solusi yang dipilih pasangan kekasih di negeri ini untuk menikah. Apabila diadakan survey dengan responden yang memang jujur, pasti akan sangat tinggi persentasinya. Memang ironis, di tengah budaya masyarakat kita kebanyakan yang mengaku bahwa seks itu tabu, tetapi justru banyak bermunculan kasus pernikahan setelah hamil duluan. Kisah berbeda mungkin akan terjadi jika pernikahan dilakoni pada perjodohan ala zaman dulu. Pasalnya tidak bisa dipungkiri, tingginya kasus ‘hamil di luar nikah’ ini banyak berawal dari hubungan pacaran. Tentu saja terjadi bagi mereka yang salah mengartikan kebersamaan dalam pergaulannya. Sehingga gaya pacaran tidak lagi sehat dan hanya mengandalkan nafsu di sana.
Berbicara mengenai korban atas kejadian ini tentu saja lagi-lagi kaum hawa atau si perempuannya. Ketika seorang perempuan hamil di luar nikah, maka derajat sosialnya akan terasa turun sekali. Segala caci maki akan didapatnya dari orang-orang terdekat, terlebih kekecewaan orang tua yang begitu mendalam karena merasa telah gagal mendidik anaknya. Bagaimana dengan si laki-laki? Jika bertanggungjawab memang masalah tidak akan terlalu besar, namun sebaliknya jika lari dan meninggalkan perempuannya? Di sinilah perempuan akan begitu merasa hina dan terpukul. Singkatnya, sakit yang lebih besar harus diemban oleh pihak perempuan. Lalu mengapa mau melakukannya (bersetubuh) dengan lelaki yang masih berstatus pacar saja?
Jika seorang gadis diibaratkan sekuntum bunga mawar yang indah, maka laki-laki adalah pemetik bunga mawar yang ahli. Walau berduri, seorang pemetik bunga yang ahli apalagi berengalaman tidak akan pernah kesulitan untuk memetik bunga terindah. Ada banyak trik yang akan dilakukan pria untuk mendapatkan keinginan hatinya. Terlebih bila nafsu telah sampai di ubun-ubun dan menuntunnya untuk menemukan cara menggoda kekasihnya. Alhasil dengan sedikit bujuk rayu, si perempuan takluk dan akhirnya memberikan segalanya kepada si Pria. Berbagai hal ini menjadi pertimbangan sesat yang semakin mempermudah perempuan bertekuk lutut kepada pacar atau kekasihnya.
- Seks sebagai bentuk Pembuktian Cinta
Dalam banyak kasus, alasan ini mungkin sangat manjur digunakan pria untuk membujuk korbannya. Padahal alasan ini SANGAT SALAH! Membuktikan cinta bukan berarti anda harus melanggar norma hukum apalagi agama. Ingatlah hubungan pacaran hanya sebatas penjajakan pribadi masing-masing untuk lebih saling mengenali. Selebihnya cinta adalah menerima apa adanya pada ujungnya saat siap mengikrarkan janji pernikahan. Jika ingin mempertimbangkan alasan ini, maka persamaannya tak jauh berbeda dengan Anda diminta untuk melompati gedung tinggi demi pembuktian cinta. Mengiyakannya, maka anda baru saja menggadaikan harga diri dan kehormatan untuk pria yang belum tentu baik untuk anda.
- Dia adalah Jodohku!
Jangan melangkahi yang Di Atas untuk perkara jodoh atau pasangan hidup. Siapa anda yang memastikan sesuatu di masa depan? Pacaran bukan berarti anda berdua akan langsung berjodoh. Maka jangan langsung percaya dan mematikan sikap kritis anda ketika diminta melakukannya. Benar para pria mungkin akan mengerahkan segala bualannya untuk kekasihnya sampai didapat apa yang diinginkan. Dan setelah itu siapa yang bisa memastikan janji-janjinya akan ditepati?
- Dia Mapan
Kemapanan seorang pria bukan menjamin kemapanan otak dan hatinya pula. Jangan ketika melihat dia seorang yang kaya raya, anda kemudian begitu mudah saat diajak berhubungan intim. Tidak anda pikirkan ke depan, bisa saja sekarang bersikap manis dan setelah mendapatkan apa yang dimaunya berlalu begitu saja bukan? Watch out ladies!
- Pilihan sendiri, What’s a matter?
Sekilas jawaban ini memang bisa dibenarkan, toh itu kan hak semua perempuan. But it’s not a big deal sist! Coba pikirkan kembali bagaimana perasaan orang tua dan keluarga anda. Betapa malunya ketika seaktu-waktu tindakan anda menjadi aib keluarga yang mempermalukan nama baik keluarga besar. Jangan ceroboh!
[caption caption="Image:http://img04.deviantart.net/"]
[/caption]
Sejatinya tidak ada alasan logis mengapa hubungan pacaran harus dikaitkan dengan seks atau wajib melakukan hubungan intim. Berpacaran dan mencintai bukan berarti anda harus mengorbankan harga diri di atas segalanya. Ketika pacar meminta anda melakukan hubungan seks di luar nikah, sadarilah itu bukan lagi cinta yang berbicara akan tetapi nafsu yang telah berkuasa. Harga diri seseorang pada dasarnya ditentukan ornag itu sendiri dengan caranya memilih dan menempatkan diri di posisi yang benar atau salah. Jadi jangan mencoba menempatkan diri di posisi sulit dengan mengkhianati diri sendiri dan juga nama baik keluarga anda. Jagalah dengan baik anugerah yang dititipkan-Nya kepada anda dan simpanlah hingga suatu saat anda berikan kepada orang yang tepat di saat yang tepat pula. Katakan tidak pada Seks Pra Nikah, pertahankan pacaran yang sehat!