Lihat ke Halaman Asli

Sahroha Lumbanraja

TERVERIFIKASI

Masih percaya dengan Cinta Sejati, Penggemar Marga T..

Keajaiban Menulis hanya Karena Kompasiana

Diperbarui: 16 September 2015   20:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="doc"][/caption]

Kompasiana

How do you find yourself time to write this all? Begitu pertanyaan yang muncul dari teman saya dari Thailand ketika dirinya menemukan jawaban atas rasa penasaranya dengan banyaknya link kompasiana di timeline facebook saya. Keheranannya memang wajar mengingat mobilitas pekerjaan kami yang cukup tinggi belum lagi pressure dan berbagai deadline yang mengejar setiap hari. Kalau kata orang sih, life as engineer is never been easy! Dan begitulah kenyataannya. Akhirnya penjelasan saya siang itupun menjadi semacam presentasi sekilas tentang blog Kompasiana ini di depan teman-teman saya satu forum dari beberapa Negara di Asia di sela-sela jam istirahat. Walau akhirnya mereka harus mengandalkan translator online agar mengerti apa isi di Kompasiana, setidaknya mereka telah dengar dan sedikit tahu dengan hobby temannya yang satu ini. Sayangnya, ketika mereka meminta dibuatkan sebuah puisi romantis saat itu, aku harus menolak karena merasa tak mampu. Untuk yang satu ini kita mungkin harus meminta rujukan dari teman-teman fiksianer.

Pertanyaan semacam ini memang bukan yang pertama kalinya. Sudah sekian kali saya mendapat pertanyaan yang sama dari orang sekitar. Mengetahui sebagai penulis volunteer di blog yang kita cintai ini sering membuat orang tak habis pikir mengapa penghuninya begitu aktif dan tahan berlama-lama di rumah ini. Belum lagi menghabiskan kuota internet untuk mebaca tulisan teman-teman yang beraneka ragam dan kadang membuat lupa waktu. Bahkan kadang lupa apa yang ingin dituliskan. Niat pertama membuka kompasiana mungkin ingin menulis, namun tiba-tiba keasyikan membaca artikel teman, ide di kepala jadi hilang. Akhirnya satu malam dihabiskan dengan membaca puluhan artikel dari berbagai belahan nusantara bahkan luar negeri. Ditulis oleh para penulis sukarelawan, maka dinikmati pula secara Cuma-Cuma oleh semua pembaca yang bisa terhubung dengan internet. Semangat menebarkan kebaikan oleh Kompasianer pada ujungnya akan mendapatkan imbalannya masing-masing dari seberapa banyak orang yang merasa artikel tersebut mendatangkan manfaat. Tak heran banyak testimony yang dituliskan warga biasa di Kompasiana ini menjadi viral dan dijadikan referensi tulisan di beberapa media online.

Aku dan Kompasiana

Siapa yang tidak senang berbagi kebaikan? Jika anda berpidato panjang lebar di hadapan umum, mungkin tak sampai 50% yang mampu diserap oleh orang lain. Bisa jadi orang terpaksa mendengarnya dan berpikir  who cares with your bulshit? Tetapi di Kompasiana, tidak tertutup kemungkinan semua keluh kesah kita dibaca dan direspon oleh ribuan orang. Inilah salah satu kekuatan dari media warga ini. Saya sendiri memulai petualangan di Kompasiana sejak 2011 lalu atas ajakan seorang teman kuliah yang sayang sekali saat ini tidak aktif lagi. Akan tetapi, saya baru aktif dan mungkin baru bisa dikatakan seorang Kompasianer sejak 2013 setelah diwisuda. Jadi saya baru layak mengklaim dua tahun keaktifan saya di Kompasiana ini.

Selama dua tahun lebih perjalanan bersama Kompasiana, saya harus mengakui bahwa tiada hari yang terlewati tanpa Kompasiana. Bahkan walau beberapa kali mengalami error akibat maintenance, saya terkadang bersikeras untuk tetap membuka Kompasiana. Mengapa begitu susah untuk move on dari Kompasiana? Ada banyak alasan. Bagi saya, Kompasiana merupakan buku digital yang selalu menampung uneg-uneg yang dulu tidak bisa dilampiaskan. Kompasiana seakan menjadi teman paling setia yang selalu ada mendengar apa yang ingin saya utarakan. Maka sayapun menuliskan berbagai hal yang menurut saya menarik dan memang patut untuk diketahui orang. Ketertarikan saya dengan dunia hiburan baik industry musik, televisi hingga film mendominasi kurasi artikel sepanjang tahun 2014. Secara kebetulan pekerjaan saya saat itu juga sangat dekat dengan dunia entertainment, maka tulisan saya begitu deras mengalir untuk tema-tema tersebut. Walau pada akhirnya saya tidaklah penulis yang statis dan spesialis satu kanal, berbagai rubric di Kompasiana pun saya ‘jajal’ satu persatu. Hingga detik ini telah berhasil mengumpulkan 400 lebih artikel dari berbagai rubrik.

[caption caption="Image/Kompasiana.com"]

[/caption]

Kemana Tulisanmu Berlabuh?

Mengetahui artikel headline pertama saya di Kompasiana, hati begitu riang dan seperti dapat rezeki nomplok di tanggal tua. Bayangkan saja, saya selalu kagum dengan artikel Kompasianer bu Ellen Maringka yang dulu selalu menghiasi kolom Headline dengan gaya penulisannya yang sangat khas. Atau Pak Tjiptadinata yang menjadi salah satu inspirator menulis saya di Kompasiana ini. Saya membayangkan, bagaimana rasanya mendapatkan index HL tersebut? Maka ketika mendapat artikel HL pertama, seharian saya riang gembira. Sejak saat itu, semangat menulis saya semakin menjadi-jadi. Dan beruntung, saya mulai menemukan passion dan gaya penulisan sendiri sehingga kini rasanya tidak afdol apabila melewatkan satu minggu tanpa menulis di Kompasiana.

Nikmatnya menulis di Kompasiana memang kadang membuat kita tidak perduli dengan apa yang terjadi dengan artikel kita yang telah ditayangkan sebulan lalu atau setahun lalu atau yang kemarin. Apalagi bagi mereka yang sudah bisa menerapkan One day one article, maka artikel sehari sebelumnya mungkin sudah lupa. Namun saya mulai terbiasa melakukan observasi terhadap artikel-artikel saya di mesin pencari google, maka muncullah hasil yang menunjukkan sejumlah artikel yang telah di-copy paste oleh sejumlah blog. Walau kurang mengenakkan, setidaknya artikel kita ternyata terbukti bermanfaat bagi orang lain.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline